PENYIMPANGAN BAHASA PUISI
A. Deskripsi
Pada bab ini Anda akan penyimpangan bahasa
puisi. Puisi memiliki bahasa yang berbeda dengan karya prosa. Struktur yang
padat dan penuh kontemplasi membuat penyair menggunakan berbagai penyimpangan
bahasa. Penyimpangan bahasa terdiri dari penyimpangan leksikal, semantis,
fonologis, morfologis, sintaksis, dialek, register, historis, dan grafologis.
B. Relevansi
Materi ini
memiliki relevansi yang penting bagi Anda. Dengan mempelajari bab ini adalah
Anda akan memahami penyimpangan bahasa yang terdapat di dalam puisi. Kebebasan
pengarang dalam mengekspresikan
pendapatnya ditandai dengan penyimpangan-penyimpangan tersebut. Pemahaman tentang
penyimpangan bahasa puisi akan membantu Anda mengkaji puisi tersebut.
C. Capaian Pembelajaran MK
Capaian pembalajaran MK pada bab ini adalah
mahasiswa mampu menjelaskan berbagai penyimpangan bahasa di dalam puisi.
Penyimpangan
bahasa puisi merupakan gejala linguistik yang khas di dalam puisi namun tidak
sesuai dengan sistem atau norma kebahasaan. Di dalam puisi banyak faktor yang
menjadi penyebab terjadinya penyimpangan bahasa, paling tidak dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Penyimpangan bahasa pada penulisan kata
dilakukan untuk mencapai efek estetis, baik untuk permainan bunyi, rima, dan
irama, maupun untuk enjabemen dan tipografi.
2. Penyimpangan bahasa pada penggunaan dialek
terjadi karena bahasa resmi tidak mampu merepresentasikan konsep yang terdapat
di dalam dialek.
3.
Penyimpangan bahasa
pada penggambaran
wujud puisi dilakukan karena bentuk konvensional
tidak mewakili makna yang akan disampaikan di dalam puisi.
Faktor-faktor
tersebut akan terus terjadi selama bentuk konvensional tidak sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh para penyair. Dalam contoh-contoh di bawah ini akan
terlihat bagaimana penyair melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut di
dalam puisinya.
Penyimpangan-penyimpangan
tersebut meliputi penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan
fonologis, penyimpangan morfologis, Penyimpangan sintaksis, penyimpangan dialek, penyimpangan register, penyimpangan historis,
dan penyimpangan grafologis (Leech, 1969: 42-51).
4.1.1 Penyimpangan Leksikal
Penyimpangan leksikal adalah penyimpangan yang
terjadi pada tataran penulisan kata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa.
Penyimpangan tersebut bukan terjadi akibat salah ketik, namun dimaksudkan oleh
penyair untuk maksud tertentu. Dalam puisi D. Zawawi Imron, ia menulis kata ilalang menjadi lalang.
Bulan Tertusuk Lalang
Karya D. Zawawi Imron
bulan rebah
angin lelah di atas kandang
cicit-cicit kelelawar
menghimbau di ubun bukit
di mana kelak kujemput anak cucuku menuntun sapi
berpasang-pasang
angin termangu di pohon asam bulan tertusuk
lalang
tapi malam yang penuh belas kasihan menerima
semesta bayang-bayang dengan mesra menidurkannya
dalam ranjang-ranjang nyanyian (1978)
4.1.2 Penyimpangan Semantis
Penyimpangan semantis adalah penyimpangan yang
terjadi pada tataran makna sebuah kata. Makna kata yang semula bernilai rasa
biasa kemudian berubah sehingga memiliki makna yang luar biasa. Kemunculan kata
tersebut bergantung kepada latar belakang penyairnya. Misalkan kata tembakau
dan garam menjadi makna yang berbeda di hadapan para penyair Madura pada
umumnya. Tembakau dan garam tidak lagi hanya menjadi bahan untuk membuat rokok
dan bumbu dapur, namun tembakau dan garam telah bermakna napas hidup, ritual
keagamaan, dongeng masa kanak, warisan budaya, dan makna lainnya. Perhatikan
dua penyair Madura menulis garam dalam sebuah puisi.
Anak-anak Tembakau
Karya Jamal D. Rahman
kami anak-anak tembakau
tumbuh di antara anak-anak batu
nafas kami bau kemarau campur cerutu
bila kami saling dekap,
kami berdekapan dengan tangan kemarau bila kami
saling cium,
kami berciuman dengan bau tembakau
langit desa kami rubuh seribu kali tapi kami tak
pernah menangis sebab kulit kami tetap coklat secoklat tanah
tempat kami menggali airmata sendiri
langit desa kami rubuh seribu kali tapi kami tak
pernah menyerah
pada setiap daun tembakau kami urai urat hidup
kami pada setiap pohon tembakau kami rangkai serat doa kami (2000)
Tanah Garam
Karya Mahwi Air Tawar
Ini jalan kutempu berulang
Antara tana merah, retakan kemarau
Dan Madura terus mendesah
Sambil menabur bulir-bulir garam
Di selat pelabuhan karapan
Di sepetak tana impiaN
Orang-orang kampung terkurung
Kujinjing rinjing penuh garam
Hingga ujung selat
Kureguk air laut yang payau
Kutunggangi sampanmu hingga tepi
Di seberang anak-anak tembakau
Mendera pilu, nyanyian sumbang mengantar
Perahumu yang berayun tanpa jangkar!
4.1.3 Penyimpangan Fonologis
Penyimpangan fonologis adalah penyimpangan yang
terjadi pada bentuk bunyi. Bunyi yang terdapat di dalam puisi tersebut tidak
sesuai dengan bentuk bunyi yang sesuai kaidah. Penyimpangan fonologis sejalan
dengan morfologis, karena pembunyian di dalam puisi sifatnya tertulis. Dalam
puisi Lagu Ibu karya WS Rendra kata merica ditulis mrica. Dalam puisi ini Rendra seakan ingin menghilangkan bunyi vakal e pada kata tersebut.
Lagu Ibu
Karya WS Rendra
Angin kencang datang tak terduga
Bagai kawanan lembu langit tanpa perempuan.
Kawanan arus sedih dalam pusaran.
Ditumbukinya pedas dan batu-batuan. Tahu
kefanaan, ia pergi tanpa tinggalan. Angin kencang adalah berahi, sepi dan
malapetaka.
Betapa kencang serupa putraku yang jauh tak
terduga.
4.1.4 Penyimpangan Morfologis
Penyimpangan morfologis adalah penyimpangan yang
terletak pada cara pembentukan kata. Pembentukan kata tersebut tidak sesuai
dengan kaidah bahasa. Ketidak sesuaian tersebut dilakukan antara lain karena
ingin membangun suasana dan bunyi di dalam puisi. Misal saja dalam puisi Mahwi
Air Tawar di atas dalam puisi Tanah Garam. Kata tanah ditulis dengan tana
seperti tampak pada baris Antara tana merah, retakan kemarau dan Di sepetak
tana impian. Frasa tana merah dan tana impian seakan memberikan petunjuk kepada pembaca dengan kultur budaya
madura. Tanah sering disingkat menjadi na,
sehingga tanah merah sering dibunyikan namirah.
4.1.5 Penyimpangan Sintaksis
Penyimpangan sintaksis adalah penyimpangan
terdapat pada tataran pembentukan sebuah kalimat. Susunan kalimat dalam kaidah
bahasa Indonesia paling tidak tersusun minimal terdiri dari Subjek dan
Predikat. Dalam puisi Sutardji Calzoum Bachri berjudul Luka, tidak terlihat ada subjek dan predikatnya, karena isinya
hanya ha ha.
Luka
Karya Sutardji Calzoum Bachri
ha ha
1976
Selain
itu, kalimat yag baik juga harus dilengkapi dengan tanda baca (koma, titik,
tanda seru, tanda tanya). Namun puisi Luka
tersebut tidak menggunakan tanda baca sama sekali.
4.1.6 Penyimpangan Dialek
Penyimpangan dialek adalah penyimpangan yang
terletak pada penggunaan dialek dibandingkan dengan bahasa resmi. Penggunaan
dialek tersebut dipilih karena bahasa daerah dianggap lebih mewakili gagasan
atau konsepnya dibandingkan bahasa resmi. Indonesia memiliki ragam dialek yang
banyak. Tentu keragaman tersebut membuat puisi di Indonesia sangat kaya.
Beberapa penulis sengaja memberikan dialek untuk menuangkan gagasan estetiknya.
Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut,
Ayolah Warsini
Karya Wiji Thukul
Warsini! Warsini!
Apa kamu sudah pulang kerja Warsini
Apa kamu tak letih seharian berdiri di pabrik
Ini sudah malam Warsini
Apa celana dan kutangmu digeledah lagi Karena
majikanmu curiga kamu membawa bungkusan moto
Atau apakah kamu mampir di salon lagi Berapa
utangmu minggu ini
Apa kamu bingung hendak membagi gaji
Ayolah warsini
Kawan-kawan sudah datang
Kita sudah berkumpul lagi disini
Kita akan latihan drama lagi
Ayolah Warsini
Kamu nanti biar jadi mbok bodong
Si Joko biar menjadi rentenirnya
Jangan malu warsini
Jangan takut dikatakan kemayu
Kamu tak perlu minder dengan pekerjaanmu
Biar kamu Cuma buruh
Dan sd saja tak tamat
Ayolah Warsini
Iapun Cuma tukang plitur
Mami juga tak sekolah
Kerjanya mbordir sapu tangan di rumah
Wahyuni juga tidak sekolah
Bapaknya tak kuat bayar uang pangkal sma
Partini penjahit pakaian jadi
Di perusahaan milik tante Lili
Kita sama sama tak sekolah Warsini
Ayolah warsini
Ini sudah malam Warsini
Ini malam minggu warsini
Kami sudah menunggu di sini
Di dalam puisi berjudul Ayolah Warsini, Wiji Thukul menggunakan bahasa jawa untuk
mengungkapkan apa yang ingin disampaikannya di dalam puisi, kata-kata mbordir dan mbayar merupakan kata-kata yang bukan berasal dari bahasa Indonesia.
4.1.7 Penyimpangan Register
Penyimpangan register adalah penyimpangan yang
terletak pada penggunaan bahasa atau istilah yang hanya dipahami oleh sebuah
kelompok atau profesi tertentu dalam masyarakat. Kata-kata di dalam
penyimpangan register ini merupakan kata-kata yang umumnya digunakan dalam
ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan. Misalnya, kata lingua franca dalam topik linguistik, istilah tersebut jika dicari
tidak ada di dalam KBBI, namun terdapat di dalam kamus leksikon linguistik.
Akan tetapi, tidak semua penyimpangan register baru ditemukan di leksikon
khusus, kadang pula suda masuk kamus umum namun istilah tersebut tetap tidak
dimengerti oleh masyarakat pada umumnya. Dalam puisi Tanggamus, Wayan Sunarta menggunakan istilah-istilah arkeologi, yaitu nama-nama batu, antara
lain, dolmen,
monolit,
menhir pada bait ketiga dalam puisi
tersebut. Ketiga istilah ini akan asing di mata para pembaca apalagi yang tidak
mencintai dunia arkeologi.
Tanggamus
Karya Wayan Sunarta
di Tanggamus, aku
menemukanmu o, saudara masa lalu
yang lahir kembali
di kebun-kebun kopi
siapa menujum ruhmu
berserakan jadi bongkah-bongkah batu tumbuh di
ladang-ladang hijau kaum tani
jangan tanya aku dari mana
aku hanya pasasir
yang mampir
setelah beratus-ratus tahun terlunta
di setapak jalan yang tak kupahami
kini, aku menemukanmu meski yang menyapaku hanya
tumpukan batu dolmen, monolit, menhir, lumpang, lesung dan beliung
aku merindukanmu,
wahai bayang yang hilang
adakah kau sembunyi di kebun-kebun kopi atau
merasuk ke lembah-lembah keramat
yang dihuni danyang dan memedi?
kupungut sebutir batu
sekilas ingatan menyelami masa silam o, beliung
itu masih tersimpan rapi
dalam sarkopagus, bersama manik-manik,
serpih-serpih tembikar, jimat dan mantra menemani belulangku yang kian rapuh
berapa darah hewan buruan tumpah di situ berapa
umbi lumat dan tandas
o, beliung yang begitu memukau, perkakas
terakhirku yangsetia
warna-warni bianglala membias di dingin tubuhnya
dan melintas jua parasmu,
Ibu gajah dan kerbau dari batu
yang kutatah untukmu
menggigil dalam cuaca dinihari halimun
menyungkupi sukmaku
kenangan demi kenangan membuncah aksara-aksara
menjelma di bongkah batu
namo
bhagawate...
4.1.8 Penyimpangan Historis
Penyimpangan historis merupakan penyimpangan
yang terletak pada penggunaan kata-kata yang sudah jarang digunakan atau arkeis
di dalam sebuah puisi. Penggunaan kata-kata arkeis atau yang jarang digunakan
masyarakat tentu menjadi sebuah penyimpangan lantaran ekspresi kebahasaan
sebaiknya menggunakan kata yang dipahami, pemahaman akan muncul jika kata-kata
tersebut sering digunakan. Dalam puisi Abimardha Kurniawan berjudul Nelayan Pesisir ia menggunakan kata
sakal sebagai ganti angin. Kata ini sudah jarang digunakan oleh masyarakat pada
umumnya. Berikut kutipan puisinya,
Karya Abimardha Kurniawan
...
Aduh, tak mahir aku menyela sakal
Berayun sampanku
Ditimang si ombak nakal.
...
Penggunaan
kata sakal dalam puisi tersebut agaknya digunakan penyair untuk membentuk rima
tertentu. Hal ini terlihat pada baris ketiga bait tersebut, kata nakal memberi
peran rima untuk kata sakal.
4.1.9 Penyimpangan Grafologis
Penyimpangan grafologis adalah penyimpangan yang
terletak pada bentuk penulisan kata, kalimat, larik, dan baris yang tak sesuai
dengan kaidah bahasa. Penyimpangan grafologis memiliki peran tersendiri di
dalam puisi. Dapat sebagai pelengkap suatu makna, namun juga dapat dijadikan
sebagai hiasan di dalam puisi. Dalam puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri
terlihat gejala tersebut, misalnya pada puisi Q, Ah, Pot, Tragedi Winka dan
Sihka, batu, dan puisi lainnya. Berikut merupakan salah satu contohnya,
Karya
Sutardji Calzoum Bachri
aku
bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku
bawakan resahku padamu
tapi kau bilang hanya
aku
bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku
bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku
bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku
bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku
bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa
aku datang padamu
wah!
Puisi di atas secara tipografi masih terpola
dengan jelas, berbeda dengan puisi Q, Pot, dan Ah yang sepertinya tidak
memiliki pola yang jelas dalam pembaitannya. Meskipun demikian, pola di atas
sangat tidak konvensional sehingga termasuk ke dalam penyimpangan grafologis.
Penyimpangan
bahasa puisi merupakan pola penulisan yang khas di dalam puisi yang berbeda
dengan struktur atau kaidah bahasa resmi. Penyimpangan bahasa puisi terbagi
menjadi sembilan, yaitu: penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis,
penyimpangan fonologis, penyimpangan morfologis, penyimpangan sintaksis,
penyimpangan dialek, penyimpangan register, penyimpangan historis, dan
penyimpangan grafologis.
Daftar Pustaka
Leech, Geoffrey N. 1969. A Linguistic Guide to English Poetry.
New York: Longman.
Solihati, Nani, Ade Hikmat, dan Syarif Hidayatullah. 2016.
Teori Sastra:
Pengantar Kesusastraan Indonesia.
Jakarta: Uhamka Press.
Perempuan Serumpun
Karya Husen Arifin
Tak pernah sehadapan ini, aku
Jumpai ulat bulu di matamu menari-nari
Dan kembang patah, reranting rebah.
Pada gerak ritmis ulat bulu
Membuatku rindu berlapis-lapis padamu.
Yang tak kutempuh ketika rembulan sepicis lagu.
Hari-hariku berguguran seperti salju. Dan hujan menyertai kesunyian. Aku
tertutupi arak-arak hitam awan. Dan akasia melayu. Ulat bulu di matamu
memburuku.
Kembang jepun, perempuan serumpun.
Aku jumpai ulat bulu di matamu.
Setelah sedendang gurindam, layar langit
menyergah pagi buta seolah menggiringku ke tabahnya rindu.
Sebab kaulah ulat bulu
yang menari di hatiku, yang luruh di dadaku.
0 komentar:
Posting Komentar