Pages

Jumat, 17 Mei 2019

PUISI. MAKALAH PUISI KELOMPOK 3





PENYIMPANGAN BAHASA PUISI

A. Deskripsi

Pada bab ini Anda akan penyimpangan bahasa puisi. Puisi memiliki bahasa yang berbeda dengan karya prosa. Struktur yang padat dan penuh kontemplasi membuat penyair menggunakan berbagai penyimpangan bahasa. Penyimpangan bahasa terdiri dari penyimpangan leksikal, semantis, fonologis, morfologis, sintaksis, dialek, register, historis, dan grafologis.

B. Relevansi

Materi ini memiliki relevansi yang penting bagi Anda. Dengan mempelajari bab ini adalah Anda akan memahami penyimpangan bahasa yang terdapat di dalam puisi. Kebebasan pengarang dalam mengekspresikan

pendapatnya           ditandai          dengan          penyimpangan-penyimpangan tersebut. Pemahaman tentang penyimpangan bahasa puisi akan membantu Anda mengkaji puisi tersebut.

C. Capaian Pembelajaran MK

Capaian pembalajaran MK pada bab ini adalah mahasiswa mampu menjelaskan berbagai penyimpangan bahasa di dalam puisi.


4.1       Penyimpangan Bahasa Puisi

Penyimpangan bahasa puisi merupakan gejala linguistik yang khas di dalam puisi namun tidak sesuai dengan sistem atau norma kebahasaan. Di dalam puisi banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya penyimpangan bahasa, paling tidak dapat dirinci sebagai berikut:

1.       Penyimpangan bahasa pada penulisan kata dilakukan untuk mencapai efek estetis, baik untuk permainan bunyi, rima, dan irama, maupun untuk enjabemen dan tipografi.

2.       Penyimpangan bahasa pada penggunaan dialek terjadi karena bahasa resmi tidak mampu merepresentasikan konsep yang terdapat di dalam dialek.

3.       Penyimpangan  bahasa  pada  penggambaran

wujud puisi dilakukan karena bentuk konvensional tidak mewakili makna yang akan disampaikan di dalam puisi.

Faktor-faktor tersebut akan terus terjadi selama bentuk konvensional tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh para penyair. Dalam contoh-contoh di bawah ini akan terlihat bagaimana penyair melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut di dalam puisinya.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut meliputi penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan morfologis, Penyimpangan sintaksis, penyimpangan dialek, penyimpangan register, penyimpangan historis, dan penyimpangan grafologis (Leech, 1969: 42-51).

4.1.1 Penyimpangan Leksikal

Penyimpangan leksikal adalah penyimpangan yang terjadi pada tataran penulisan kata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa. Penyimpangan tersebut bukan terjadi akibat salah ketik, namun dimaksudkan oleh penyair untuk maksud tertentu. Dalam puisi D. Zawawi Imron, ia menulis kata ilalang menjadi lalang.
Bulan Tertusuk Lalang

Karya D. Zawawi Imron

bulan rebah

angin lelah di atas kandang
cicit-cicit kelelawar

menghimbau di ubun bukit

di mana kelak kujemput anak cucuku menuntun sapi berpasang-pasang

angin termangu di pohon asam bulan tertusuk lalang

tapi malam yang penuh belas kasihan menerima semesta bayang-bayang dengan mesra menidurkannya
dalam ranjang-ranjang nyanyian (1978) 

4.1.2 Penyimpangan Semantis

Penyimpangan semantis adalah penyimpangan yang terjadi pada tataran makna sebuah kata. Makna kata yang semula bernilai rasa biasa kemudian berubah sehingga memiliki makna yang luar biasa. Kemunculan kata tersebut bergantung kepada latar belakang penyairnya. Misalkan kata tembakau dan garam menjadi makna yang berbeda di hadapan para penyair Madura pada umumnya. Tembakau dan garam tidak lagi hanya menjadi bahan untuk membuat rokok dan bumbu dapur, namun tembakau dan garam telah bermakna napas hidup, ritual keagamaan, dongeng masa kanak, warisan budaya, dan makna lainnya. Perhatikan dua penyair Madura menulis garam dalam sebuah puisi.



Anak-anak Tembakau

Karya Jamal D. Rahman

kami anak-anak tembakau

tumbuh di antara anak-anak batu

nafas kami bau kemarau campur cerutu

bila kami saling dekap,


      kami berdekapan dengan tangan kemarau bila kami saling cium,

      kami berciuman dengan bau tembakau

     langit desa kami rubuh seribu kali tapi kami tak pernah menangis sebab kulit         kami tetap coklat secoklat tanah

     tempat kami menggali airmata sendiri

     langit desa kami rubuh seribu kali tapi kami tak pernah menyerah

    pada setiap daun tembakau kami urai urat hidup kami pada setiap pohon        tembakau kami rangkai serat doa kami  (2000)



Tanah Garam

Karya Mahwi Air Tawar

Ini jalan kutempu berulang

Antara tana merah, retakan kemarau

Dan Madura terus mendesah

Sambil menabur bulir-bulir garam
Di selat pelabuhan karapan
Di sepetak tana impiaN
Orang-orang kampung terkurung

Kujinjing rinjing penuh garam
Hingga ujung selat
Kureguk air laut yang payau
Kutunggangi sampanmu hingga tepi

Di seberang anak-anak tembakau
Mendera pilu, nyanyian sumbang mengantar Perahumu yang berayun tanpa jangkar!



4.1.3 Penyimpangan Fonologis

Penyimpangan fonologis adalah penyimpangan yang terjadi pada bentuk bunyi. Bunyi yang terdapat di dalam puisi tersebut tidak sesuai dengan bentuk bunyi yang sesuai kaidah. Penyimpangan fonologis sejalan dengan morfologis, karena pembunyian di dalam puisi sifatnya tertulis. Dalam puisi Lagu Ibu karya WS Rendra kata merica ditulis mrica. Dalam puisi ini Rendra seakan ingin menghilangkan bunyi vakal e pada kata tersebut.

Lagu Ibu

Karya WS Rendra

Angin kencang datang tak terduga
Angin kencang mengandung pedas mrica.

Bagai kawanan lembu langit tanpa perempuan.

Kawanan arus sedih dalam pusaran.

Ditumbukinya pedas dan batu-batuan. Tahu kefanaan, ia pergi tanpa tinggalan. Angin kencang adalah berahi, sepi dan malapetaka.

Betapa kencang serupa putraku yang jauh tak terduga.

4.1.4 Penyimpangan Morfologis

Penyimpangan morfologis adalah penyimpangan yang terletak pada cara pembentukan kata. Pembentukan kata tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa. Ketidak sesuaian tersebut dilakukan antara lain karena ingin membangun suasana dan bunyi di dalam puisi. Misal saja dalam puisi Mahwi Air Tawar di atas dalam puisi Tanah Garam. Kata tanah ditulis dengan tana seperti tampak pada baris Antara tana merah, retakan kemarau dan Di sepetak tana impian. Frasa tana merah dan tana impian seakan memberikan petunjuk kepada pembaca dengan kultur budaya madura. Tanah sering disingkat menjadi na, sehingga tanah merah sering dibunyikan namirah.

4.1.5 Penyimpangan Sintaksis

Penyimpangan sintaksis adalah penyimpangan terdapat pada tataran pembentukan sebuah kalimat. Susunan kalimat dalam kaidah bahasa Indonesia paling tidak tersusun minimal terdiri dari Subjek dan Predikat. Dalam puisi Sutardji Calzoum Bachri berjudul Luka, tidak terlihat ada subjek dan predikatnya, karena isinya hanya ha ha.

Luka

Karya Sutardji Calzoum Bachri

ha ha

1976

Selain itu, kalimat yag baik juga harus dilengkapi dengan tanda baca (koma, titik, tanda seru, tanda tanya). Namun puisi Luka tersebut tidak menggunakan tanda baca sama sekali.

4.1.6 Penyimpangan Dialek

Penyimpangan dialek adalah penyimpangan yang terletak pada penggunaan dialek dibandingkan dengan bahasa resmi. Penggunaan dialek tersebut dipilih karena bahasa daerah dianggap lebih mewakili gagasan atau konsepnya dibandingkan bahasa resmi. Indonesia memiliki ragam dialek yang banyak. Tentu keragaman tersebut membuat puisi di Indonesia sangat kaya. Beberapa penulis sengaja memberikan dialek untuk menuangkan gagasan estetiknya. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut,


Ayolah Warsini

Karya Wiji Thukul

Warsini! Warsini!

Apa kamu sudah pulang kerja Warsini

Apa kamu tak letih seharian berdiri di pabrik Ini sudah malam Warsini

Apa celana dan kutangmu digeledah lagi Karena majikanmu curiga kamu membawa bungkusan moto

Atau apakah kamu mampir di salon lagi Berapa utangmu minggu ini

Apa kamu bingung hendak membagi gaji

Ayolah warsini

Kawan-kawan sudah datang

Kita sudah berkumpul lagi disini

Kita akan latihan drama lagi

Ayolah Warsini

Kamu nanti biar jadi mbok bodong

Si Joko biar menjadi rentenirnya

Jangan malu warsini

Jangan takut dikatakan kemayu

Kamu tak perlu minder dengan pekerjaanmu

Biar kamu Cuma buruh

Dan sd saja tak tamat

Ayolah Warsini

Mas Yanto juga tak sekolah Warsini

Iapun Cuma tukang plitur

Mami juga tak sekolah

Kerjanya mbordir sapu tangan di rumah

Wahyuni juga tidak sekolah

Bapaknya tak kuat bayar uang pangkal sma

Partini penjahit pakaian jadi

Di perusahaan milik tante Lili

Kita sama sama tak sekolah Warsini

Ayolah warsini

Ini sudah malam Warsini

Ini malam minggu warsini

Kami sudah menunggu di sini

Di dalam puisi berjudul Ayolah Warsini, Wiji Thukul menggunakan bahasa jawa untuk mengungkapkan apa yang ingin disampaikannya di dalam puisi, kata-kata mbordir dan mbayar merupakan kata-kata yang bukan berasal dari bahasa Indonesia.

4.1.7 Penyimpangan Register

Penyimpangan register adalah penyimpangan yang terletak pada penggunaan bahasa atau istilah yang hanya dipahami oleh sebuah kelompok atau profesi tertentu dalam masyarakat. Kata-kata di dalam penyimpangan register ini merupakan kata-kata yang umumnya digunakan dalam ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan. Misalnya, kata lingua franca dalam topik linguistik, istilah tersebut jika dicari tidak ada di dalam KBBI, namun terdapat di dalam kamus leksikon linguistik. Akan tetapi, tidak semua penyimpangan register baru ditemukan di leksikon khusus, kadang pula suda masuk kamus umum namun istilah tersebut tetap tidak dimengerti oleh masyarakat pada umumnya. Dalam puisi Tanggamus, Wayan Sunarta menggunakan istilah-istilah arkeologi, yaitu nama-nama batu, antara lain, dolmen, monolit, menhir pada bait ketiga dalam puisi tersebut. Ketiga istilah ini akan asing di mata para pembaca apalagi yang tidak mencintai dunia arkeologi.

Tanggamus

Karya Wayan Sunarta

di Tanggamus, aku menemukanmu o, saudara masa lalu

yang lahir kembali
di kebun-kebun kopi

siapa menujum ruhmu

berserakan jadi bongkah-bongkah batu tumbuh di ladang-ladang hijau kaum tani

jangan tanya aku dari mana

aku hanya pasasir

yang mampir

setelah beratus-ratus tahun terlunta
di setapak jalan yang tak kupahami
kini, aku menemukanmu meski yang menyapaku hanya tumpukan batu dolmen, monolit, menhir, lumpang, lesung dan beliung
aku merindukanmu,

wahai bayang yang hilang


adakah kau sembunyi di kebun-kebun kopi atau merasuk ke lembah-lembah keramat
yang dihuni danyang dan memedi?

kupungut sebutir batu

sekilas ingatan menyelami masa silam o, beliung itu masih tersimpan rapi

dalam sarkopagus, bersama manik-manik, serpih-serpih tembikar, jimat dan mantra menemani belulangku yang kian rapuh

berapa darah hewan buruan tumpah di situ berapa umbi lumat dan tandas

o, beliung yang begitu memukau, perkakas terakhirku yangsetia

warna-warni bianglala membias di dingin tubuhnya
dan melintas jua parasmu, 
Ibu gajah dan kerbau dari batu
yang kutatah untukmu
menggigil dalam cuaca dinihari halimun menyungkupi sukmaku
kenangan demi kenangan membuncah aksara-aksara menjelma di bongkah batu
namo bhagawate...



4.1.8 Penyimpangan Historis

Penyimpangan historis merupakan penyimpangan yang terletak pada penggunaan kata-kata yang sudah jarang digunakan atau arkeis di dalam sebuah puisi. Penggunaan kata-kata arkeis atau yang jarang digunakan masyarakat tentu menjadi sebuah penyimpangan lantaran ekspresi kebahasaan sebaiknya menggunakan kata yang dipahami, pemahaman akan muncul jika kata-kata tersebut sering digunakan. Dalam puisi Abimardha Kurniawan berjudul Nelayan Pesisir ia menggunakan kata sakal sebagai ganti angin. Kata ini sudah jarang digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Berikut kutipan puisinya,


Nelayan Pesisir

Karya Abimardha Kurniawan

...

Aduh, tak mahir aku menyela sakal

Berayun sampanku

Ditimang si ombak nakal.

...

Penggunaan kata sakal dalam puisi tersebut agaknya digunakan penyair untuk membentuk rima tertentu. Hal ini terlihat pada baris ketiga bait tersebut, kata nakal memberi peran rima untuk kata sakal.

4.1.9 Penyimpangan Grafologis

Penyimpangan grafologis adalah penyimpangan yang terletak pada bentuk penulisan kata, kalimat, larik, dan baris yang tak sesuai dengan kaidah bahasa. Penyimpangan grafologis memiliki peran tersendiri di dalam puisi. Dapat sebagai pelengkap suatu makna, namun juga dapat dijadikan sebagai hiasan di dalam puisi. Dalam puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri terlihat gejala tersebut, misalnya pada puisi Q, Ah, Pot, Tragedi Winka dan Sihka, batu, dan puisi lainnya. Berikut merupakan salah satu contohnya,


Tapi

Karya Sutardji Calzoum Bachri

aku bawakan bunga padamu

tapi kau bilang masih

aku bawakan resahku padamu

tapi kau bilang hanya

aku bawakan darahku padamu

tapi kau bilang cuma

aku bawakan mimpiku padamu

tapi kau bilang meski

aku bawakan dukaku padamu

tapi kau bilang tapi

aku bawakan mayatku padamu

tapi kau bilang hampir

aku bawakan arwahku padamu

tapi kau bilang kalau

tanpa apa aku datang padamu

wah!

Puisi di atas secara tipografi masih terpola dengan jelas, berbeda dengan puisi Q, Pot, dan Ah yang sepertinya tidak memiliki pola yang jelas dalam pembaitannya. Meskipun demikian, pola di atas sangat tidak konvensional sehingga termasuk ke dalam penyimpangan grafologis.



4.2       Rangkuman

Penyimpangan bahasa puisi merupakan pola penulisan yang khas di dalam puisi yang berbeda dengan struktur atau kaidah bahasa resmi. Penyimpangan bahasa puisi terbagi menjadi sembilan, yaitu: penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan morfologis, penyimpangan sintaksis, penyimpangan dialek, penyimpangan register, penyimpangan historis, dan penyimpangan grafologis.

Daftar Pustaka

Leech, Geoffrey N. 1969. A Linguistic Guide to English Poetry. New York: Longman.

Solihati, Nani, Ade Hikmat, dan Syarif Hidayatullah. 2016.

Teori Sastra: Pengantar Kesusastraan Indonesia.

Jakarta: Uhamka Press.



Perempuan Serumpun

Karya Husen Arifin

Tak pernah sehadapan ini, aku

Jumpai ulat bulu di matamu menari-nari

Dan kembang patah, reranting rebah.

Pada gerak ritmis ulat bulu

Membuatku rindu berlapis-lapis padamu.

Yang tak kutempuh ketika rembulan sepicis lagu. Hari-hariku berguguran seperti salju. Dan hujan menyertai kesunyian. Aku tertutupi arak-arak hitam awan. Dan akasia melayu. Ulat bulu di matamu memburuku.

Kembang jepun, perempuan serumpun.

Aku jumpai ulat bulu di matamu.

Setelah sedendang gurindam, layar langit menyergah pagi buta seolah menggiringku ke tabahnya rindu.
Sebab kaulah ulat bulu

yang menari di hatiku, yang luruh di dadaku.

0 komentar:

Posting Komentar