A. Konsep Dasar Pengkajian Sastra
Bandingan
Konsep dasar pengkajian sastra bandingan memang masih bisa
diperdebatkan. Dalam buku saya berjudul Metodologi
Penelitian Sastra Bandingan (2010), telah saya jelaskan hakikat sastra bandingan. Implikasi dari hakikat itu menghendaki munculnya langkah
strategi pengkajian sastra bandingan. Oleh karena sastra bandingan memang
merupakan jalur pengkajian sastra secara kritis dan proporsional. Pengkajian
sastra bandingan akan mendudukkan posisi sastra pada tataran estetis,
sosiologis, psikologis, dan pragmatisnya bagi ilmu-ilmu lain.
Pengkajian sastra bandingan adalah ilmu sastra
lanjut. Setiap pemerhati sastra, termasuk kritikus, pada saatnya akan
berkecimpung dengan pengkajian sastra bandingan. Bagi pemerhati sastra yang
telah belajar karya sastra lebih memadai, kiranya pengkajian sastra bandingan
memang sebuah keharusan. Rasa ingin tahun dan ingin segera mengupas tuntas
persilangan antar sastra, jelas menantang pemerhati sastra. Memang harus diakui
bahwa konsep-konsep dasar pengkajian sastra bandingan yang dilahirkan dari
dunia barat, tidak bisa kita tutup mata. Oleh karena, hampir segala ilmu,
negara kita masih banyak ketinggalan, tak terkecuali bidang sastra. Kendati
demikian, sebenarnya para pemerhati sastra kita telah sering membandingkan
karya sastra, hanya saja belum memanfaatkan pilar landasan pengkajian yang
kuat.
Pengkajian sastra bandingan adalah studi karya
sastra secara jernih, profesional, dan mendalam. Kalau berpijak pada gagasan
Corstius (1968), pada dasarnya pengkajian dimulai dengan pandangan bahwa setiap
karya sastra adalah bagian dan himpunan dari komunitas teks sastra. Setiap
gerakan sastra pada dasarnya merupakan fenomena internasional dengan karakter
sendiri, subjek, tentu saja, untuk memodifikasi bentuk tertentu dalam sastra
nasional. Komunitas teks sastra internasional sering menemukan asal-usulnya,
serta kondisi eksistensinya, dalam kenyataan bahwa sastra dapat menghasilkan
sastra baru. Setiap puisi atau bagian dari prosa terdiri dengan konvensi formal
dan material tradisional, yang telah memperoleh bentuk dan isi dari contoh
teks-teks lain sebelmunya.
Pemerhati sastra bandingan akan mengimpor “konsep
pengaruh" serta kaitannya dengan makna istilah seperti "keberhasilan"
dan "penerimaan” teks sastra. Karakter khusus dari sastra bandingan
bergerak dari sastra nasional ke internasional, dan atau sebaliknya. Sastra
bandingan berusaha menemukan sastra berasal dari keberadaan, selama periode
waktu tertentu, dari sejumlah ide yang berlaku internasional berkaitan dengan
kiprah sastra dan penulis. Ide-ide ini biasanya terbukti berkaitan erat dengan
pandangan filsafat, agama, budaya, kejiwaan, dan sosial yang memberikan fitur
khas pada periode tertentu. Pemerhati dari gerakan sastra seperti datang
berkali-kali ke dalam kontak dengan budaya; cerita, sejarah ide-ide, latar
belakang intelektual dan filosofi karya sastra, serta dengan kata-kata kunci
dengan dunia ide-ide dan emosi. Oleh karena itu, dengan seringnya penggunaan istilah "latar
belakang" dan "kata kunci" dalam studi sastra bandingan, justru
memungkinkan studi ini semakin jaya dan berkembang luas.
Dalam menggunakan istilah tersebut, kita ibarat
berjalan di tanah yang licin. Kemudahan yang mereka tangani sering dibuat pusing
oleh paham orang awam yang samar-samar. Inilah yang dapat menimbulkan
kesalahpahaman, bahwa mereka yang menggunakan istilah tersebut sering
kebingungan dengan makna tersirat dalam kata-kata itu. Definisi yang lebih
tajam dari konsep-konsep pengkajian sastra bandingan ini, akan berpengaruh pada
penggunaannya yang lebih efektif, serta lebih baik dapat membantu kita untuk
memahami sebuah teks atau gerakan sastra. Pertimbangan tersebut, tentu saja,
sama-sama berlaku untuk konsep-konsep lain yang digunakan dalam studi sastra.
Sesuai dengan tujuannya, teori sastra mendatang bergerak dalam mendefinisikan
konsep-konsep ini, dan sastra bandingan akan memanfaatkannya dalam pengkajian
yang serius.
Dalam subbab ini, hanya untuk mendiskusikan
beberapa persoalan penting khusus berhubungan dengan konsep teoritik dan
praktik sastra bandingan. Corstius (1968:4) menyatakan bahwa sejauh pengalaman
kita dalam sastra bandingan tidak berbeda dari semua pembaca pada umumnya. Saat
kita memutuskan teks sastra, bagaimanapun, untuk membuat sastra sebagai objek
studi profesional, kita tidak lagi menjadi anggota biasa dari masyarakat
pembaca, melainkan sebagai pembaca khusus. Sikap kita terhadap sebuah puisi
atau sepotong prosa menjadi jauh lebih rumit daripada pembaca awam.
Sekarang kita mencoba untuk membuat sebagian besar
teks sastra dengan menempatkannya dalam kerangka historis dan formal referensi.
Saya memperkuat cengkeraman intelektual yang digunakan untuk memikirkan hal itu
dalam kategori konvensional dari disiplin ilmu sastra bandingan. Jadi,
misalnya, Sterne A Senti yang melukiskan perjalanan mental sekarang bagi kita:
(1) adalah sebuah novel dari usia yang penuh sensibilitas,
(2) termasuk dalam tradisi Rabelaisian,
(3) menandai fase mutlak dari abad kedelapan belas yang memuat semantik pengembangan istilah "sentimental,"
(4) membentuk prototipe dari genre novelistik sukses.
Keempat konsep ini menandai bahwa banyak hal yang dapat dilakukan dalam studi sastra bandingan. Pekerjaan membanding menjadi semakin terbuka luas, yang tak lepas dari lintasan historisestetis, dan psikologis.
(1) adalah sebuah novel dari usia yang penuh sensibilitas,
(2) termasuk dalam tradisi Rabelaisian,
(3) menandai fase mutlak dari abad kedelapan belas yang memuat semantik pengembangan istilah "sentimental,"
(4) membentuk prototipe dari genre novelistik sukses.
Keempat konsep ini menandai bahwa banyak hal yang dapat dilakukan dalam studi sastra bandingan. Pekerjaan membanding menjadi semakin terbuka luas, yang tak lepas dari lintasan historisestetis, dan psikologis.
Dalam pengkajian sastra bandingan, saya melatih
diri untuk menjelaskan dan menafsirkan sebuah karya sastra dengan memperlakukan
sebagai modus tertentu dari organisasi bahasa, menganalisis struktur, dan mengenalnya lebih jauh melalui konteks
sejarah sastra dan latar belakang budayanya. Dengan cara itu, analisis akan
lebih tajam sebagai ciri khas dari seorang pengkaji, yaitu cenderung mengganggu
kenikmatan pembaca canggih. Kredo ini tetap harus dilakukan lebih awal sebelum
membanding dua karya atau lebih. Kita pasti memiliki pengalaman aneh, pada saat
mengkaji dan membanding karya sastra. Jika salah langkah, saya akan merasa
mengalami suatu aktivitas rutin intelektual yang mengancam untuk mengubah puisi
dan prosa menjadi barang-barang tak bernyawa. Padahal, seyogyanya kajian sastra
bandingan yang baik, semestinya memperlakukan karya-karya itu sebagaimana
organisma yang hidup dan berkembang.
Menyadari kebuntuan realitas itu, saya mencoba
untuk menemukan keseimbangan dari semua problem untuk memahami sifat yang aneh
dari manusia pencipta sastra. Saya mencoba mendekati interaksi otak dan
jantung, lembaga, sensibilitas, dan prestasi intelektual, cara bermain di
fashion yang telah dilakukan oleh para empu besar interpretasi sastra. Kajian
sastra bandingan, secara sistemik mengandaikan kontak agak kontinu dengan
sejumlah besar karya dalam versi asli atau dalam terjemahan. Dengan cara itu,
saya yakin dapat tetap berhubungan dengan semangat dan bentuk-bentuk sastra
asli dan tiruannya. Melalui kontak ini, pikiran kita akan terbuka luas. Untuk
itu, setiap pengkaji sastra bandingan harus memiliki sejumlah buku-buku besar
yang mudah sehingga tanpa berbohong setiap saat membawa mereka dan membaca
bagian-bagian dari karya sastra. Oleh karena mereka dengan cara mudah menyadari
kelebihan dan kekurangan bacaannya sehingga akan memperoleh manfaat besar.
B. Pertimbangan Teoritik dalam
Pengkajian Sastra Bandingan
Liku-liku pengkajian sastra bandingan yang
berhadapan dengan teks, pembaca, gerakan, sejarah, sejumlah teori, memang sulit
terelakkan. Jika sastra bandingan itu monoton, kering, bebas dari asap
estetika, tentu membosankan. Oleh sebab itu, ada baiknya sedikit demi sedikit
perlu perubahan ke arah alternatif yang tidak menjemukan. Pengkajian
alternatif, justru memungkinkan hadirnya sastra bandingan yang “basah”, penuh
daya saing. Dasar penting pengkajian alternatif sastra bandingan adalah adanya
pemikiran bahwa setiap karya sastra tidak mungkin bebas dari karya orang lain.
Oleh sebab itu, keterkaitan antara karya sastra tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Karya sastra selalu menyuarakan karya yang lain. Untuk itu tugas pengkaji sastra bandingan adalah menemukan alternati hubungan estetis, logis, dan
signifikan antar karya sastra itu.
Dalam kehidupan sastra bandingan, kita tidak
berhenti pada manifestasi kehidupan modern, melainkan perlu menengok ke latar
sejarah sastra. Sebagai alternatif kajian, tentu perlu membaca perjalanan
historis sastra dan sejarah apa saja yang melingkupi karya itu. Saya pernah
membuat penemuan dalam puisi dan prosa dari berbagai kehidupan masyarakat Jawa
tradisional dan modern, yang memiliki konteks sejarah panjang. Masing-masing
kehidupan masyarakat sering memiliki pengaruh pada karya sastra lain, baik
langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa hal yang menyebabkan hadirnya
pengaruh tersebut, tentu saja, hal itu akan nampak apabila kita mau menyelami
misteri sastra dengan membaca karya-karya penyair dan penulis di masa lalu.
Di Jawa misalnya, banyak karya sastra kakawin dan
kidung yang sedikti banyak sering mengilhami karya sastra Jawa baru. Tidak
hanya berpengaruh pada sastra Jawa itu sendiri, melainkan juga pada karya
sastra lain, yaitu sastra nasional. Tidak sedikit sastra nasional yang menggambarkan
inspirasi sastra Jawa. Sejauh pengalaman saya daya tarik para kritikus sastra
sering berbeda dalam membaca teks-tek sastra Jawa kuna dan modern. Berbagai
koleksi sastra nasional, banyak yang melukiskan kisah wayang kulit. Kisah-kisah
tersebut telah mewarnai sebagian perjalanan sastra bandingan di negeri ini.
Bahkan kalau mau menengok sastra asing dan dunia, mungkin sekali ada sastra
Jawa yang juga mewarnai sastra lain.
Pada 1961, koleksi esai sastra bandingan telah
dipublikasikan oleh Southern Illinois University Press dan diedit oleh Newton
Stallknecht and Horst Frenz, Henry Remak yang mencoba untuk mendefinisikan
sastra bandingan menurut "Sekolah Amerika". Editor ini saya pikir
juga banyak menulis buku sastra bandingan, bahkan ada yang telah beredar ke
Indonesia. Menurut dia, sastra bandingan adalah ilmu yang mempelajari batas
luar kesusasteraan terhadap batas-batas luar suatu negara, dan pembelajaran
tentang hubungan antara kesusateraan, dan area pengetahuan dan kepercayaan
lain, contohnya seni (Melukis, seni pahat/ukir, arsitektur, musik), filosofi,
sejarah, ilmu sosial (politik, ekonomi, sosiologi), ilmu pengetahuan, agama,
dll. Definisi ini sebenarnya telah diperluas dari konsep awal sastra bandingan,
sebab telah mencakup bandingan dengan ilmu lain. Perluasan kajian itu saya
anggap sebagai alternatif sastra bandingan, sekaligus menandai bahwa sastra
memang kaya berbagai hal. Sastra menawarkan sejuta masalah dan sejuta
kesejukan.
Saya pikir pandangan tersebut
dapat menjadi jalur alternatif sastra bandingan. Dalam kepercayaannya,
bandingan dari satu kesusasteraan dengan yang lainnya dan sastra bandingan
dengan pengaruh lingkungan manusia telah berkembang luas. Karangan Remak
merupakan Bandingan Dasar Kesusasteraan
Amerika yang dikaji khusus dari sekolah Perancis yang patut diacungi jempol. Definisi dari Remak
merupakan ringkasan dari trends pada pengaruh pelatihan America dan menjadi
satu efek dari manifesto sekolah-sekolah di Amerika sebagai bandingan
kesusateraan. Dia membenarkan dirinya, menyatakan bahwa dengan sengaja memilih
satu pendekatan yang tidak berdasar sejarah atau umum, tetapi secara deskriptif
dan sinkronis. Dia membandingkan pendekatannya dengan suatu bentuk bandingan
dan asalkan terdapat isi biografi dari sastra bandingan. Dia waspada dengan
adanya masalah yang menurut istilah sastra, berarti kekaburan terhadap
perbedaan antara sastra bandingan dan bandingan sastra akan terselesaikan. Dari
pembelajaran sastra bandingan di lingkunan Perancis, dia berpendapat, yang
didapat adalah pendekatan positivistik. Dari berbagai pengaruh ilmu, lokasi
dari sumber diberikan beberapa pengertian, seperti pertanyaan-pertanyaan : apa
itu mempertahankan, apa itu menolak, kenapa, bagaimana materi diserap dan
diintegrasikan, dan apa itu sukses? Apabila dikondisikan, pengaruh pembelajaran
ini tidak hanya berkontribusi untuk pengetahauan kita tetapi pengertian kita
terhadap proses kreasi dari seni berkarya.
Proses dari depolitisi sastra bandingan adalah
tanda dari sekolah Amerika, yang ditandai dengan pembentukan dari bandingan
kesusasteraan di Eropa, dan dipengaruhi oleh paham kritis baru, telah menemukan
akarnya pada abad-19. Charles, yang membuat sastra bandingan di Barkeley pada
tahun 1890 mengajarkan keberhasilan Great
books yang disajikan sebagai model pembentukan US masa depan, menemukan
pekerjaannya sebagai saripati perikemanusiaan dan melihat kembali definisi dan
metode dari suatu masalah, pada bukunya yang berjudul "Apa itu sastra
bandingan?” (1903), tampak definisi yang jelas antara pendekatan dengan sikap
dari sarjana Eropa. Para sarjana ini berpendapat bahwa pembelajaran membutuhkan
sistematika, dari beberapa batasan-batasan. Sejauh ini Galey menantang salah
satu sekolah Perancis dimana sastra bandingan berisi pembelajaran dua atau
lebih karya sastra. Dia mengkhususkan pada pembelajaran di hubungan
internasional dan mempengaruhi cabang-cabang pokok, dan pembelajaran satu
sastra dapat secara ilmiah dibandingkan jika alasannya disembungikan dari hukum
psikologi sastra pada kemanusiaan, pada jaman Gayleys, Hutcheson, penemu sastra
bandingan antipodean.
Buku sastra bandingan yang
diterbitkan pada 1886, dan lima belas tahun sesudahnya, pada 1901, dia
menerbitkan makalah yang berjudul "Ilmu Bandingan Kesusateraan" yang
mengulas respon pada buku-buku ini dan mempertimbangkan sastra bandingan
sebagai pelajaran bahasa Inggris di dunia. Evolusi Possnett model dan Gayleys
memecahkan idealisme yang ditandai pengaruh dari versi bandingan kesusateraan
Eropa, dan mereka mencoba membuat pengertian dari perbedaan pendirian yang
selalu bersama orang banyak saat ini. Pembentukan bandingan kesusateraan di
Eropa atau Jerman, atau Itali berjalan secara paralel dengan perubahan sosio
politik. Di Amerika, atau Selandia baru dimana Possnett mengajar sastra
bandingan, prioritasnya berbeda. Perbedaan arah dan pertimbangan teoritik
anggap saja sebuah dinamika, yang akan memperkaya pengkajian sastra bandingan.
Pada umumnya, kita dapat membuat celah antara
istilah sastra bandingan dunia lama, dimana penekanannya pada sumber-sumber, atau
dokumen bagaimana tulisan dapat dibaca beriringan dengan budaya dan batasan
linguistik. Pertanyaan tentang bagaimana mendefinisikan kesusastraan nasional
sangatlah tidak sesuai, malah apa yang oleh Possnett disebut “kebutuhan
moral" pembelajarannya dibuat dengan seni yang tinggi. Pada abad
kesembilan belas, perbedaan prinsip yang dibuat antara sekolah Perancis, yang
menekankan pada positivisme dan upaya untuk mempersempit kriteria untuk
membandingkan teks, dan sekolah Jerman, dengan penekanan pada Zeitgeist dan pada ras dan akar etnis.
Model Jerman diambil alih oleh Nazi dengan konsekuensi mengerikan, sebagai sarjana sayap kanan berusaha menunjukkan bahwa
ada sastra dan sejarah genosida untuk kebijakan yang digolongkan sebagai ras
Aria lebih unggul daripada semua orang lain. Reaksi terhadap kondisi berat
seperti ini merupakan upaya penyederhanaan bandingan abad kesembilan belas yang
lebih berpikir tentang asal-usul dan tentang pentingnya budaya rakyat lisan
sehingga mengakibatkan penindasan garis penting Romantis dalam sastra
bandingan. Dalam periode pasca perang didominasi sekolah Perancis studi sastra
bandingan, sampai ditantang oleh sekolah Amerika, dengan pendekatan
interdisipliner dan penekanannya pada nilai-nilai universal sastra. Pada awal
1960-an ada model positivis di satu pihak dan model formalis di sisi lain.
Namun, tidak sampai awal 1990-an bahwa kedua model datang untuk menjadi
tantangan serius, dan model-model alternatif berasal dari luar tradisi
Euro-America.
Di banyak bagian dunia sekarang ada universitas
jurusan Sastra Barat yang mengandaikan kategorisasi yang berbeda dari yang
secara tradisional diadopsi oleh Eropa. Biner sastra bandingan melihat Prancis
dan Italia sastra, misalnya, seperti yang dibedakan dalam segala macam bahasa, geografis, historis, estetika. Tapi begitu baik sastra
dimasukkan di bawah judul umum Sastra Eropa atau Sastra Barat, ada kesamaan dan
hubungan antara mereka yang datang ke dalam fokus tajam daripada perbedaan.
Adapun di Indonesia, sastra bandingan masih belum mandiri, melainkan menjadi
anak dari jurusan sastra (Arab, Jawa, Sunda, Inggris, dan lain-lain) yang
dibuka di beberapa fakultas sastra dan budaya. Akibatnya, sastra bandingan
masih sering menjadi pilihan bagi ayng hendak menyusun skripsi, tesis, dan desertasi.
Bahkan tawar-menawar antara calon penulis (pengkaji) dengan konsultan pun
sering terjadi secara alot. Itulah sebabnya, sampai saat ini pertimbangan
teoritik yang secara gamblang memiliki track record sastra bandingan di
Indonesia belum ada.
Padahal, teori sastra bandingan kini telah menjadi
unggulan di daerah pertumbuhan sastra di Eropa Barat dan di Amerika. Mungkin
sebagai reaksi terhadap tradisi sastra kuno dan upaya memuaskan diri dari
sebagian besar orang mencoba bekerja di jagad sastra bandingan. Tapi di luar
tradisi Eropa dan Amerika metode kuno yang tidak mempunyai tempat, dan bukannya
apa yang kita temukan adalah sastra bandingan yang dinamis yang dapat secara
efektif dapat dikupas ke tampilan awal subjek revolusioner Eropa pada awal abad
kesembilan belas. Setelah bercerai dari pertanyaan-pertanyaan kunci dari budaya
dan identitas nasional, sastra bandingan sering kehilangan jalan. Dalam konteks
di mana pernyataan identitas adalah sebuah isu sentral, bandingan antara sastra
dan sejarah sastra, seperti terjemahan, menjadi cara penting untuk memperkuat
titik tolak budaya.
Dari uraian tersebut, dapat saya sarikan beberapa
hal tentang pertimbangan teoritik pengkajian sastra bandingan, yaitu:
(1) perlu penggabungan teori sastra dan teori lain, untuk menjebol kebosanan sastra bandingan,
(2) teori pengkajian yang menganut paham positivistik maupun naturalistik, semestinya tetap tersusun secara sistematis, logis, dan bermakna,
(3) teori-teori “basah”, yang mampu membuka wawasan estetika dan pragmatika sastra, layak dipergunakan,
(4) sastra bandingan seharusnya tetap memanfaatkan teori yang mampu mempertahankan identitas sebuah karya sastra sebagai cermin ruang dan jaman.
(1) perlu penggabungan teori sastra dan teori lain, untuk menjebol kebosanan sastra bandingan,
(2) teori pengkajian yang menganut paham positivistik maupun naturalistik, semestinya tetap tersusun secara sistematis, logis, dan bermakna,
(3) teori-teori “basah”, yang mampu membuka wawasan estetika dan pragmatika sastra, layak dipergunakan,
(4) sastra bandingan seharusnya tetap memanfaatkan teori yang mampu mempertahankan identitas sebuah karya sastra sebagai cermin ruang dan jaman.
Itulah sebabnya pengkajian sastra bandingan
membutuhkan pertimbangan teoritik yang mapan. Pengkajian karya sastra yang
selalu mengalami hiruk pikuk, terlebih sastra bandingan, apabila kurang waspada
bisa terjerumus. Apalagi kalau bandingan termaksud sudah menyangkut masalah
genetika karya sastra, jelas perlu landasan teori yang khusus. Belum lagi
ketika sastra harus dibandingan dengan bidang lain, apabila gagal membangun teori,
tentu hasilnya akan berat sebelah.
C. Prinsip Dasar Sastra Bandingan
Prinsip dasar yang harus dianut dalam pengkajian
sastra bandingan terkait dengan dua hal, yaitu: (1) kondisi karya sastra yang
tidak pernah steril dari pengaruh sastra lain, (2) bandingan sebagai upaya
penjernihan orisinalitas dan bobot estetika sastra. Perlu dipahami, sastra dan
sastra bandingan memang dua hal yang membutuhkan pencermatan tingkat tinggi.
Jika sastra sifatnya imajinatif, sastra bandingan bersifat non imajinatif.
Pengertian dunia sastra dan sastra bandingan tidak selalu identik. Sastra
bandingan dapat didefinisikan sebagai susunan sastra dunia, yang meliputi
sejumlah penampilan sastra, historis dan kritis, dari fenomena sastra yang
dipertimbangkan secara keseluruhan. Itulah sebabnya, sastra bandingan muaranya
memang untuk menuju sastra dunia. Biarpun pengertian sastra dunia itu sampai
sekarang masih tendensius, sastra bandingan tetap memiliki andil yang patut
diperhitungkan.
Ekspresi sastra bandingan adalah sumber kesimpulan
yang kritis, karena telah didukung data otentik. Hal ini sering terjadi klaim
bahwa sastra dan sastra bandingan memiliki metode bandingan kritis yang lebih
spesifik. Teori sastra memiliki metode kreatif, kritis, dan proporsional dalam
penciptaannya. Adapun sastra bandingan jelas pengkajian sastra yang
memanfaatkan kreativitas teoritik pula. Prosedur dari penelitian keduanya pada
dasarnya sama, yaitu subjek penelitian dapat berupa sastra tunggal atau
beberapa karya sastra. Sastra bandingan, harus disebut sebagai pemahaman sastra
secara komprehensif. Prinsip demikian perlu ditaati manakala kita hendak
melahirkan produk sastra bandingan yang berbobot.
Menurut Jost (1993) sampai kini kita telah
menghasilkan prinsip-prinsip umum dan sastra bandingan yang diterima secara
luas di seluruh dunia ilmiah. Setidaknya dalam hal teori sastra bandingan
merupakan suatu pemikiran filosofi sastra dalam khasanah humanisme baru. Prinsip
dasar sastra bandingan terdiri dari kepercayaan dalam keutuhan fenomena sastra.
Dalam negasi kekuasaan sastra nasional di bidang ekonomi dan budaya,
mengakibatkan perlunya aksiologi baru. Sastra nasional tidak bisa dipahami
sebagai sekedar suatu studi lapangan, sebab perspektifnya terbatas oleh
kesewenangan, kontektualisme internasional dalam sejarah sastra dan kritik yang
telah menjadi hukum. Sastra bandingan mewakili lebih dari satu disiplin
akademis.
Prinsip umum demikian sekarang
telah mulai berkembang dan adakalanya berbeda dengan konsep sastra bandingan
awal. Yang paling penting, prinsip utama sastra bandingan perlu kecermatan,
agar tidak terjadi gugatan dari sastrawan yang dibandingkan. Gugatan juga dapat
hadir dari kritikus, apabila sastra bandingan dianggap tidak memenuhi prinsip
yang benar. Prinsip yang perlu dijaga, yaitu hadirnya pemikiran kritis, jeli,
dan mampu menunjukkan pararelisme dua karya atau lebih.
Saya memandang bahwa pengkajian sastra bandingan
tidak bisa dilakukan apabila sekedar main-main. Sastra bandingan membutuhkan
kerja yang matang, penuh pertimbangan, dilengkapi dengan data-data otentik.
Penafsiran pun tetap diperlukan sejauh bisa mendudukkan persoalan varian karya
sastra. Bandingan antar karya sastra dapat dilakukan oleh seorang ahli sastra.
Adapun bandingan antara karya sastra dengan bidang lain, dapat bekerjasama
dengan ahli bidang lain. Yang diutamakan dalam sastra bandingan adalah
pertemuan kritis yang dilandasi pemikiran jernih dan tidak berat sebelah serta
bebas dari maksud-maksud tertentu.
D. Interelasi Sastra dan Sumber
dalam Sastra Bandingan
Ada banyak jenis interelasi sastra. Seluruh sastra
yang kadang-kadang terlibat. Ada banyak penelitian dari lingkup kurang
komprehensif. Seorang penulis tunggal mungkin mempunyai pengaruh pada satu atau
lebih penulis sastra yang asing bagi sendiri, atau atas totalitas sastra itu.
Dengan demikian, kita bisa melacak pengaruh Richardson pada Rousseau, dan
pengaruh Shakespeare pada sastra Perancis secara keseluruhan. Namun realitas memberikan
sebagian besar perhatian kita kepada sumber memancarkan, untuk Pirandello,
misalnya, telah mempengaruhi drama kontemporer. Kita juga bisa fokus pada
situasi penerima, dalam kata lain, kita dapat berkonsentrasi pada upaya dunia
drama kontemporer karena mencerminkan pikiran dan cara Pirandello. Dalam kasus
pertama, kita menganalisis bagaimana transmisi, walaupun tentunya dapat
mengabaikan dampaknya. Dalam kasus kedua, kita lebih prihatin dengan hasil atau
tingkat penyerapan karya sastra sebelumnya.
Untuk semua pertanyaan tentang hubungan sastra,
sarjana sastra, teori sastra, ilmu sastra mungkin mengadopsi sudut pandang yang
berbeda. Selain mendiskusikan pengaruh yang diberikan oleh seorang penulis
tunggal, sastra bandingan dapat menganalisis bahwa dari sekelompok atau sekolah
dari beberapa penulis: misalnya, Tolstoy, Dostovski dan pengaruh bersama
Turgenev pada Thomas Mann, atau seluruh generasi penulis Jerman. Masing-masing penulis sering terjadi interelasi dalam karya-karyanya. Interalasi ada
dua macam, yaitu: (1) interalasi halus, sublim, estetis dan kadang-kadang
tersembunyi, dan (2) interalasi dangkal, kasar, amat kentara, dan seringkali
cenderung meniru. Kedua interelasi itu membutuhkan pendekatan yang jitu untuk
mempersandingkan dua karya sastra atau lebih.
Itulah sebabnya, pilihan dari setiap pendekatan
sastra bandingan tertentu jelas tergantung pada posisi bahwa pengarang dan
karyanya layak disandingkan dalam konteks kritik sastra. Studi tentang
"sumber" tetap masuk akal dan berlimpah sebagai sumber mungkin akan
tetap memiliki nilai sastra, memang patut dikurangi dalam pendekatan interelasi
teks sastra. Jika tidak, pada saat yang sama untuk mengarah pada kesimpulan
tentang kualitas intelektual, isi emosional, dan sifat estetika suatu karyanya,
akan terabaikan. Pertanyaanya apakah hadirnya pengaruh karya sastra dari sumber
pengetahuan hanya dari rangsangan eksternal.
Sastra, secara otomatis meningkatkan pemahaman dari
sebuah karya atau apresiasi keunggulan yang artistik. Pengakuan merupakan sumber
kesenangan, jika dirasakan secara spontan. Setelah memeriksa sumber karya
sastra secara cermat merupakan masalah, pada pemahaman yang lebih dalam ketika
membaca ulang karya sastra. Hal ini terjadi mungkin jika pembaca segera
mengenali hubungan dasar antara karya, bagian teks, atau gambar di dalamnya
yang digunakan oleh penulis-penulis yang berbeda dan Novelis. Yang perlu
disadari, penyair sering menulis untuk pembaca yang biasanya berupa upaya
memuaskan diri. Padahal, rasa ingin tahu pembaca mungkin penting untuk memahami
sejarah peradaban. Pada konteks demikian, berarti ada tugas pengkaji sastra
bandingan, untuk melihat apakah karya yang lahir belakangan sekedar pemuasan
pada pembaca, ataukah memang ada nilai kreasi tingkat tinggi.
Pengaruh dari sumber pada karya berikutnya itu
dilakukan secara tidak langsung maupun secara langsung. Media transmisi,
bagaimanapun, adalah tidak selalu jelas, dan tugas utama ahli sastra bandingan
adalah untuk mengidentifikasi perantara itu. Mereka yang tetap hanya perantara
dan tidak menjadi kepribadian sastra jarang mendapatkan perhatian dalam studi
sastra bandingan. Nama-nama mereka yang terdapat dalam sumber inspirasi dapat
digantikan dalam kritik sastra oleh pronomina impersonal. Hal ini adalah
pekerjaan mengirimkan pesan dan bukan pemancar bahwa kepentingan kita, karena
orang tidak harus melampirkan kiriman inspirasi seperti seorang tengkulak dari
penulis satu ke penulis lain.
Penelitian dalam hubungan sastra tidak perlu
sepenuhnya prihatin dengan fakta. Untuk subjek penelitian yang penting ada
interaksi gagasan serta rekaman data. Penelitian tradisional dan sastra nasional telah terbiasa untuk melihat budaya sebagai
perkembangan kronologis. Penelitian tersebut agak ketat dan kadang-kadang untuk
mengidentifikasi suksesi dengan hubungan darah sastra yang diperlukan. Bahkan
mayoritas kritikus tidak lagi berada di bawah pengaruh naturalistik. Banyak
dari mereka terus menilai sastra hampir secara eksklusif dalam hal proses
genetik. Satu gerakan sastra, mereka percaya, ada keterkaitan dengan yang lain,
karya berasal dari karya lain, hingga penulis dapat melahirkan penulis lain.
Kadang-kadang sejarawan sastra bahkan mempertimbangkan keberadaan hubungan
pribadi antara penulis atau keterkaitan langsung antara fenomena sastra spesifik
kondisi yang diperlukan untuk melakukan berbagai studi hubungan.
Ahli sastra bandingan juga ingin merenungkan
analogi dan kemiripan sebagai dasar analisis mereka. Mereka melampirkan
pentingnya confuences sebagai pengaruh langsung, untuk konvergensi sederhana,
hubungan ideasional, dan hubungan faktual. Memang, mereka percaya bahwa afinitas lebih baik daripada pengaruh
langsung untuk membuktikan homogenitas dasar dari sebuah peradaban tertentu dan
kecerdasan sastra umum untuk semua elit nasional. Studi tentang kontak langsung
jarang berhasil dalam melakukan penjelasan akhir untuk kesamaan dalam dua karya
sastra atau lebih. Kalau memperhatikan karya Northrop Frye memperhatikan bahwa
Nerval, namun dia tidak pernah membaca Blake. Kebetulan karya dia itu lebih
dekat dengan karya Yeats, yang disunting dia. Hubungan studi, apakah terkait
dengan pengaruh atau analogi, harus memperhitungkan iklim sosial dari
kelompok-kelompok budaya, kontak langsung antara manusia dan buku, dan,
akhirnya, individu dari penulis sendiri, yang memberikan karakter keunikan pada
setiap pekerjaan seni.
Hubungan sastra harus diilustrasikan secara jelas
baik secara tekstual maupun kontekstual. Tekstual cenderung merupakan
interalasi yang tampak, tergambar jelas, dan fenomena jernih. Interelasi
kontekstual, cenderung halus dan membutuhkan penafsiran. Misalkan saja,
penelitian "Jean-Jacques Rousseau dan American Thought," jejak
analogi daripada pengaruh, sedangkan studi kedua, dari penerimaan surat Rusia
di Perancis dalam program dari abad kesembilan belas, telah mencerminkan lebih
mantap secara akademis, karena terkait dengan masalah keberuntungan, khayalan,
penerimaan, dan transmisi. Berbagai hal ini akan membuka wacana interalasi
sastra yang begitu rumit dan menantang pengkaji sastra bandingan.
E. Imanensi dalam Sastra
Bandingan
Imanen adalah kondisi yang telah
berada secara apa adanya. Imanen itu berada, merasuk, hingga sulit dibedakan
antara perasuk dan yang dirasuki. Karya sastra sering merasuk pada karya lain
secara estetis. Perasukan itu merembes dan hampir pasti sulit dipisahkan.
Itulah sebabnya karya yang merembes itu, disebut imanen sastra. Imanen sastra
adalah karya, ide, teks, konteks, dan sejumlah unsur yang menyatu dengan karya
sastra lain.
Sejarah peradaban mengajarkan kepada kita bahwa
zaman membuat doktrin sastra jarang berasal dari satu jenius saja. Mereka
biasanya secara bersamaan lebih dari satu budaya daerah walaupun sering keliru
dalam berbagai kerja intelektual dan pertumbuhan kompleks. Mereka juga sering
memoles suatu bahan menarik bagi penyelidikan sastra. Difusi besar filsafat
yang mirip dengan Rousseau telah mewakili, dan yang sering menggunakan namanya,
sebagai contoh poligenesis sastra
tersebut. Dengan kata lain, sebuah Rousseauisme tanpa Rousseau, seperti ada Cartesianisme tanpa Descartes. Berbagai
polesan sastra itu sering membuat remang-remang dalam proses imanensi sastra.
Pertanyaan saya menyangkut kontribusi Rousseau
American terhadap proses imanensi sastra. Proses merembesnya sastra pada sastra
lain, jika tak ketahuan seperti tidak ada peniruan apa pun. Apakah ide-ide
sastra dapat muncul Rousseauistik tak tergantung pada darinya (ini dapat
dilukiskan oleh banyak contoh). Apakah yang dihasilkan oleh pengaruh langsung
(sebagai contoh beberapa lainnya tampak untuk menunjukkan) akan menarik sebagai
sebuah imanensi sastra. Doktrin itu jelas tercermin dalam sejumlah konsep dasar
sastra bandingan Amerika Utara yang meliputi aspek pedagogis, filosofis, dan
pemikiran politik. Ada program lain mungkin untuk mengikuti studi Rousseau dan
tradisi Amerika.
Sejarah umum ide-ide bisa menutup proses imanen
Rousseau diterima. Ide itu seringkali sudah menjadi taraf berpikir yang telah
dimodifikasi. Dalam beberapa hal, Amerika Utara berpikir bahwa fungsi sebagai
cermin berharga untuk melihatnya doktrin Jean-Jacques Rousseau. Cermin
merupakan wahana representasi terjadinya imanensi sastra. Konsep cermin ini
tampaknya yang berasal dari pemikiran Ian Watt, lalu diuntai lagi oleh MH.
Abrams dalam bukunya The Mirror and the
Lamp. Kacamata sosiologi sastra yang mengedepankan teori cermin ini patut
disambut untuk mendudukkan persoalan proses dan fenomena imanensi sastra.
Cermin sosiologis, hampir selalu menjadi materi
esensial dalam imanensi sastra. Dari tahun ke tahun, hampir seluruh bangsa
selalu ada imanensi genetik sastra, terutama aspek sosiologis. Pada tahun yang
sama, 1749, Benjamin Franklin (1706-1790), secara geografis agak lebih dekat dan "liar" dari mereka Rousseau (1712-1778) yang
juga memperhatikan lingkungan sosial dalam sastra. Rousseau, yang mengklaim
bahwa kesenian dan moral merusak ilmu, dan Franklin di jaman Amerika
kontemporer, yang mengusulkan rencana untuk sastra akademi, mengungkapkan
tanda-tanda yang dasarnya sama. Mungkin hal itu dapat diringkas oleh penolakan
mereka terhadap kemewahan, kemakmuran dan kemajuan budaya sebagai sumber
kemakmuran manusia dan kebahagiaan. Franklin, seperti Rousseou, menginginkan
orang-orang muda untuk memperoleh pengetahuan untuk tujuan praktis, dan ia
menunjukkan hampir konser ada) untuk pengembangan elit sosial dan intelektual.
Dalam pengetahuan singkat itu sekolah Franklin, di mana murid bisa belajar
justru di Amerika yang "paling berguna."
Kedua aturan pokok instansi Pennsylvania yang
diusulkan: (1) bahwa diet sarjana asrama bersama-sama, jelas hemat, dan (2)
bahwa untuk menjaga kesehatan mereka, dan untuk memperkuat dan membuat aktif
badan, sering dilakukan melompat, gulat, dan berenang. Kedua gambaran fisik
tersebut sering menjadi muatan sosiologis dalam sastra. Pemikiran demikian,
kalau diadopsi di Indonesia, tampaknya mengada-ada. Namun, bagi sastra barat,
masa lalu, saya pikir aspek natural dan sosial cukup penting dalam studi
sastra.
Peran yang dimainkan dalam pemikiran Rousseau di
Amerika dan kehidupan budaya belum sepenuhnya diteliti. Studi parsial yang
menunjukkan bahwa pertanyaan-pertanyaan tentang asal dan pengaruh kadang-kadang
dapat membingungkan dan tunduk pada berbagai dalih. Studi semacam ini
dipersulit oleh kenyataan bahwa Amerika berpikir dihadapkan Montesquicu dan Voltaire
pada waktu yang sama itu dihadapkan dengan Rousseou dan jejak ketiga penulis
itu sering berbaur dan bingung. Apa pun yang terjadi dalam sastra, sering
muncul secara imanen dalam karya sastra lain. Segelap apa pun proses imanensi,
akan terungkap melalui pengkajian sastra bandingan.
0 komentar:
Posting Komentar