Pages

Selasa, 14 Mei 2019

SASTRA BANDINGAN 1. DASAR PEMIKIRAN PENGKAJIAN SASTRA BANDINGAN




DASAR PEMIKIRAN PENGKAJIAN SASTRA BANDINGAN


A. Konsep Dasar Pengkajian Sastra Bandingan

Konsep dasar pengkajian sastra bandingan memang masih bisa diperdebatkan. Dalam buku saya berjudul Metodologi Penelitian Sastra Bandingan (2010), telah saya jelaskan hakikat sastra bandingan. Implikasi dari hakikat itu menghendaki munculnya langkah strategi pengkajian sastra bandingan. Oleh karena sastra bandingan memang merupakan jalur pengkajian sastra secara kritis dan proporsional. Pengkajian sastra bandingan akan mendudukkan posisi sastra pada tataran estetis, sosiologis, psikologis, dan pragmatisnya bagi ilmu-ilmu lain.
Pengkajian sastra bandingan adalah ilmu sastra lanjut. Setiap pemerhati sastra, termasuk kritikus, pada saatnya akan berkecimpung dengan pengkajian sastra bandingan. Bagi pemerhati sastra yang telah belajar karya sastra lebih memadai, kiranya pengkajian sastra bandingan memang sebuah keharusan. Rasa ingin tahun dan ingin segera mengupas tuntas persilangan antar sastra, jelas menantang pemerhati sastra. Memang harus diakui bahwa konsep-konsep dasar pengkajian sastra bandingan yang dilahirkan dari dunia barat, tidak bisa kita tutup mata. Oleh karena, hampir segala ilmu, negara kita masih banyak ketinggalan, tak terkecuali bidang sastra. Kendati demikian, sebenarnya para pemerhati sastra kita telah sering membandingkan karya sastra, hanya saja belum memanfaatkan pilar landasan pengkajian yang kuat.

Pengkajian sastra bandingan adalah studi karya sastra secara jernih, profesional, dan mendalam. Kalau berpijak pada gagasan Corstius (1968), pada dasarnya pengkajian dimulai dengan pandangan bahwa setiap karya sastra adalah bagian dan himpunan dari komunitas teks sastra. Setiap gerakan sastra pada dasarnya merupakan fenomena internasional dengan karakter sendiri, subjek, tentu saja, untuk memodifikasi bentuk tertentu dalam sastra nasional. Komunitas teks sastra internasional sering menemukan asal-usulnya, serta kondisi eksistensinya, dalam kenyataan bahwa sastra dapat menghasilkan sastra baru. Setiap puisi atau bagian dari prosa terdiri dengan konvensi formal dan material tradisional, yang telah memperoleh bentuk dan isi dari contoh teks-teks lain sebelmunya.

Pemerhati sastra bandingan akan mengimpor “konsep pengaruh" serta kaitannya dengan makna istilah seperti "keberhasilan" dan "penerimaan” teks sastra. Karakter khusus dari sastra bandingan bergerak dari sastra nasional ke internasional, dan atau sebaliknya. Sastra bandingan berusaha menemukan sastra berasal dari keberadaan, selama periode waktu tertentu, dari sejumlah ide yang berlaku internasional berkaitan dengan kiprah sastra dan penulis. Ide-ide ini biasanya terbukti berkaitan erat dengan pandangan filsafat, agama, budaya, kejiwaan, dan sosial yang memberikan fitur khas pada periode tertentu. Pemerhati dari gerakan sastra seperti datang berkali-kali ke dalam kontak dengan budaya; cerita, sejarah ide-ide, latar belakang intelektual dan filosofi karya sastra, serta dengan kata-kata kunci dengan dunia ide-ide dan emosi. Oleh karena itu, dengan seringnya penggunaan istilah "latar belakang" dan "kata kunci" dalam studi sastra bandingan, justru memungkinkan studi ini semakin jaya dan berkembang luas.

Dalam menggunakan istilah tersebut, kita ibarat berjalan di tanah yang licin. Kemudahan yang mereka tangani sering dibuat pusing oleh paham orang awam yang samar-samar. Inilah yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, bahwa mereka yang menggunakan istilah tersebut sering kebingungan dengan makna tersirat dalam kata-kata itu. Definisi yang lebih tajam dari konsep-konsep pengkajian sastra bandingan ini, akan berpengaruh pada penggunaannya yang lebih efektif, serta lebih baik dapat membantu kita untuk memahami sebuah teks atau gerakan sastra. Pertimbangan tersebut, tentu saja, sama-sama berlaku untuk konsep-konsep lain yang digunakan dalam studi sastra. Sesuai dengan tujuannya, teori sastra mendatang bergerak dalam mendefinisikan konsep-konsep ini, dan sastra bandingan akan memanfaatkannya dalam pengkajian yang serius.

Dalam subbab ini, hanya untuk mendiskusikan beberapa persoalan penting khusus berhubungan dengan konsep teoritik dan praktik sastra bandingan. Corstius (1968:4) menyatakan bahwa sejauh pengalaman kita dalam sastra bandingan tidak berbeda dari semua pembaca pada umumnya. Saat kita memutuskan teks sastra, bagaimanapun, untuk membuat sastra sebagai objek studi profesional, kita tidak lagi menjadi anggota biasa dari masyarakat pembaca, melainkan sebagai pembaca khusus. Sikap kita terhadap sebuah puisi atau sepotong prosa menjadi jauh lebih rumit daripada pembaca awam.

Sekarang kita mencoba untuk membuat sebagian besar teks sastra dengan menempatkannya dalam kerangka historis dan formal referensi. Saya memperkuat cengkeraman intelektual yang digunakan untuk memikirkan hal itu dalam kategori konvensional dari disiplin ilmu sastra bandingan. Jadi, misalnya, Sterne A Senti yang melukiskan perjalanan mental sekarang bagi kita: 
(1) adalah sebuah novel dari usia yang penuh sensibilitas, 
(2) termasuk dalam tradisi Rabelaisian, 
(3) menandai fase mutlak dari abad kedelapan belas yang memuat semantik pengembangan istilah "sentimental,"
(4) membentuk prototipe dari genre novelistik sukses. 
Keempat konsep ini menandai bahwa banyak hal yang dapat dilakukan dalam studi sastra bandingan. Pekerjaan membanding menjadi semakin terbuka luas, yang tak lepas dari lintasan historisestetis, dan psikologis.

Dalam pengkajian sastra bandingan, saya melatih diri untuk menjelaskan dan menafsirkan sebuah karya sastra dengan memperlakukan sebagai modus tertentu dari organisasi bahasa, menganalisis struktur, dan mengenalnya lebih jauh melalui konteks sejarah sastra dan latar belakang budayanya. Dengan cara itu, analisis akan lebih tajam sebagai ciri khas dari seorang pengkaji, yaitu cenderung mengganggu kenikmatan pembaca canggih. Kredo ini tetap harus dilakukan lebih awal sebelum membanding dua karya atau lebih. Kita pasti memiliki pengalaman aneh, pada saat mengkaji dan membanding karya sastra. Jika salah langkah, saya akan merasa mengalami suatu aktivitas rutin intelektual yang mengancam untuk mengubah puisi dan prosa menjadi barang-barang tak bernyawa. Padahal, seyogyanya kajian sastra bandingan yang baik, semestinya memperlakukan karya-karya itu sebagaimana organisma yang hidup dan berkembang.

Menyadari kebuntuan realitas itu, saya mencoba untuk menemukan keseimbangan dari semua problem untuk memahami sifat yang aneh dari manusia pencipta sastra. Saya mencoba mendekati interaksi otak dan jantung, lembaga, sensibilitas, dan prestasi intelektual, cara bermain di fashion yang telah dilakukan oleh para empu besar interpretasi sastra. Kajian sastra bandingan, secara sistemik mengandaikan kontak agak kontinu dengan sejumlah besar karya dalam versi asli atau dalam terjemahan. Dengan cara itu, saya yakin dapat tetap berhubungan dengan semangat dan bentuk-bentuk sastra asli dan tiruannya. Melalui kontak ini, pikiran kita akan terbuka luas. Untuk itu, setiap pengkaji sastra bandingan harus memiliki sejumlah buku-buku besar yang mudah sehingga tanpa berbohong setiap saat membawa mereka dan membaca bagian-bagian dari karya sastra. Oleh karena mereka dengan cara mudah menyadari kelebihan dan kekurangan bacaannya sehingga akan memperoleh manfaat besar.

B. Pertimbangan Teoritik dalam Pengkajian Sastra Bandingan

Liku-liku pengkajian sastra bandingan yang berhadapan dengan teks, pembaca, gerakan, sejarah, sejumlah teori, memang sulit terelakkan. Jika sastra bandingan itu monoton, kering, bebas dari asap estetika, tentu membosankan. Oleh sebab itu, ada baiknya sedikit demi sedikit perlu perubahan ke arah alternatif yang tidak menjemukan. Pengkajian alternatif, justru memungkinkan hadirnya sastra bandingan yang “basah”, penuh daya saing. Dasar penting pengkajian alternatif sastra bandingan adalah adanya pemikiran bahwa setiap karya sastra tidak mungkin bebas dari karya orang lain. Oleh sebab itu, keterkaitan antara karya sastra tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karya sastra selalu menyuarakan karya yang lain. Untuk itu tugas pengkaji sastra bandingan adalah menemukan alternati hubungan estetis, logis, dan signifikan antar karya sastra itu.

Dalam kehidupan sastra bandingan, kita tidak berhenti pada manifestasi kehidupan modern, melainkan perlu menengok ke latar sejarah sastra. Sebagai alternatif kajian, tentu perlu membaca perjalanan historis sastra dan sejarah apa saja yang melingkupi karya itu. Saya pernah membuat penemuan dalam puisi dan prosa dari berbagai kehidupan masyarakat Jawa tradisional dan modern, yang memiliki konteks sejarah panjang. Masing-masing kehidupan masyarakat sering memiliki pengaruh pada karya sastra lain, baik langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa hal yang menyebabkan hadirnya pengaruh tersebut, tentu saja, hal itu akan nampak apabila kita mau menyelami misteri sastra dengan membaca karya-karya penyair dan penulis di masa lalu.

Di Jawa misalnya, banyak karya sastra kakawin dan kidung yang sedikti banyak sering mengilhami karya sastra Jawa baru. Tidak hanya berpengaruh pada sastra Jawa itu sendiri, melainkan juga pada karya sastra lain, yaitu sastra nasional. Tidak sedikit sastra nasional yang menggambarkan inspirasi sastra Jawa. Sejauh pengalaman saya daya tarik para kritikus sastra sering berbeda dalam membaca teks-tek sastra Jawa kuna dan modern. Berbagai koleksi sastra nasional, banyak yang melukiskan kisah wayang kulit. Kisah-kisah tersebut telah mewarnai sebagian perjalanan sastra bandingan di negeri ini. Bahkan kalau mau menengok sastra asing dan dunia, mungkin sekali ada sastra Jawa yang juga mewarnai sastra lain.
Pada 1961, koleksi esai sastra bandingan telah dipublikasikan oleh Southern Illinois University Press dan diedit oleh Newton Stallknecht and Horst Frenz, Henry Remak yang mencoba untuk mendefinisikan sastra bandingan menurut "Sekolah Amerika". Editor ini saya pikir juga banyak menulis buku sastra bandingan, bahkan ada yang telah beredar ke Indonesia. Menurut dia, sastra bandingan adalah ilmu yang mempelajari batas luar kesusasteraan terhadap batas-batas luar suatu negara, dan pembelajaran tentang hubungan antara kesusateraan, dan area pengetahuan dan kepercayaan lain, contohnya seni (Melukis, seni pahat/ukir, arsitektur, musik), filosofi, sejarah, ilmu sosial (politik, ekonomi, sosiologi), ilmu pengetahuan, agama, dll. Definisi ini sebenarnya telah diperluas dari konsep awal sastra bandingan, sebab telah mencakup bandingan dengan ilmu lain. Perluasan kajian itu saya anggap sebagai alternatif sastra bandingan, sekaligus menandai bahwa sastra memang kaya berbagai hal. Sastra menawarkan sejuta masalah dan sejuta kesejukan.

Saya pikir pandangan tersebut dapat menjadi jalur alternatif sastra bandingan. Dalam kepercayaannya, bandingan dari satu kesusasteraan dengan yang lainnya dan sastra bandingan dengan pengaruh lingkungan manusia telah berkembang luas. Karangan Remak merupakan Bandingan Dasar Kesusasteraan Amerika yang dikaji khusus dari sekolah Perancis yang patut diacungi jempol. Definisi dari Remak merupakan ringkasan dari trends pada pengaruh pelatihan America dan menjadi satu efek dari manifesto sekolah-sekolah di Amerika sebagai bandingan kesusateraan. Dia membenarkan dirinya, menyatakan bahwa dengan sengaja memilih satu pendekatan yang tidak berdasar sejarah atau umum, tetapi secara deskriptif dan sinkronis. Dia membandingkan pendekatannya dengan suatu bentuk bandingan dan asalkan terdapat isi biografi dari sastra bandingan. Dia waspada dengan adanya masalah yang menurut istilah sastra, berarti kekaburan terhadap perbedaan antara sastra bandingan dan bandingan sastra akan terselesaikan. Dari pembelajaran sastra bandingan di lingkunan Perancis, dia berpendapat, yang didapat adalah pendekatan positivistik. Dari berbagai pengaruh ilmu, lokasi dari sumber diberikan beberapa pengertian, seperti pertanyaan-pertanyaan : apa itu mempertahankan, apa itu menolak, kenapa, bagaimana materi diserap dan diintegrasikan, dan apa itu sukses? Apabila dikondisikan, pengaruh pembelajaran ini tidak hanya berkontribusi untuk pengetahauan kita tetapi pengertian kita terhadap proses kreasi dari seni berkarya.

Proses dari depolitisi sastra bandingan adalah tanda dari sekolah Amerika, yang ditandai dengan pembentukan dari bandingan kesusasteraan di Eropa, dan dipengaruhi oleh paham kritis baru, telah menemukan akarnya pada abad-19. Charles, yang membuat sastra bandingan di Barkeley pada tahun 1890 mengajarkan keberhasilan Great books yang disajikan sebagai model pembentukan US masa depan, menemukan pekerjaannya sebagai saripati perikemanusiaan dan melihat kembali definisi dan metode dari suatu masalah, pada bukunya yang berjudul "Apa itu sastra bandingan?” (1903), tampak definisi yang jelas antara pendekatan dengan sikap dari sarjana Eropa. Para sarjana ini berpendapat bahwa pembelajaran membutuhkan sistematika, dari beberapa batasan-batasan. Sejauh ini Galey menantang salah satu sekolah Perancis dimana sastra bandingan berisi pembelajaran dua atau lebih karya sastra. Dia mengkhususkan pada pembelajaran di hubungan internasional dan mempengaruhi cabang-cabang pokok, dan pembelajaran satu sastra dapat secara ilmiah dibandingkan jika alasannya disembungikan dari hukum psikologi sastra pada kemanusiaan, pada jaman Gayleys, Hutcheson, penemu sastra bandingan antipodean.

Buku sastra bandingan yang diterbitkan pada 1886, dan lima belas tahun sesudahnya, pada 1901, dia menerbitkan makalah yang berjudul "Ilmu Bandingan Kesusateraan" yang mengulas respon pada buku-buku ini dan mempertimbangkan sastra bandingan sebagai pelajaran bahasa Inggris di dunia. Evolusi Possnett model dan Gayleys memecahkan idealisme yang ditandai pengaruh dari versi bandingan kesusateraan Eropa, dan mereka mencoba membuat pengertian dari perbedaan pendirian yang selalu bersama orang banyak saat ini. Pembentukan bandingan kesusateraan di Eropa atau Jerman, atau Itali berjalan secara paralel dengan perubahan sosio politik. Di Amerika, atau Selandia baru dimana Possnett mengajar sastra bandingan, prioritasnya berbeda. Perbedaan arah dan pertimbangan teoritik anggap saja sebuah dinamika, yang akan memperkaya pengkajian sastra bandingan.

Pada umumnya, kita dapat membuat celah antara istilah sastra bandingan dunia lama, dimana penekanannya pada sumber-sumber, atau dokumen bagaimana tulisan dapat dibaca beriringan dengan budaya dan batasan linguistik. Pertanyaan tentang bagaimana mendefinisikan kesusastraan nasional sangatlah tidak sesuai, malah apa yang oleh Possnett disebut “kebutuhan moral" pembelajarannya dibuat dengan seni yang tinggi. Pada abad kesembilan belas, perbedaan prinsip yang dibuat antara sekolah Perancis, yang menekankan pada positivisme dan upaya untuk mempersempit kriteria untuk membandingkan teks, dan sekolah Jerman, dengan penekanan pada Zeitgeist dan pada ras dan akar etnis. Model Jerman diambil alih oleh Nazi dengan konsekuensi mengerikan, sebagai sarjana sayap kanan berusaha menunjukkan bahwa ada sastra dan sejarah genosida untuk kebijakan yang digolongkan sebagai ras Aria lebih unggul daripada semua orang lain. Reaksi terhadap kondisi berat seperti ini merupakan upaya penyederhanaan bandingan abad kesembilan belas yang lebih berpikir tentang asal-usul dan tentang pentingnya budaya rakyat lisan sehingga mengakibatkan penindasan garis penting Romantis dalam sastra bandingan. Dalam periode pasca perang didominasi sekolah Perancis studi sastra bandingan, sampai ditantang oleh sekolah Amerika, dengan pendekatan interdisipliner dan penekanannya pada nilai-nilai universal sastra. Pada awal 1960-an ada model positivis di satu pihak dan model formalis di sisi lain. Namun, tidak sampai awal 1990-an bahwa kedua model datang untuk menjadi tantangan serius, dan model-model alternatif berasal dari luar tradisi Euro-America.

Di banyak bagian dunia sekarang ada universitas jurusan Sastra Barat yang mengandaikan kategorisasi yang berbeda dari yang secara tradisional diadopsi oleh Eropa. Biner sastra bandingan melihat Prancis dan Italia sastra, misalnya, seperti yang dibedakan dalam segala macam bahasa, geografis, historis, estetika. Tapi begitu baik sastra dimasukkan di bawah judul umum Sastra Eropa atau Sastra Barat, ada kesamaan dan hubungan antara mereka yang datang ke dalam fokus tajam daripada perbedaan. Adapun di Indonesia, sastra bandingan masih belum mandiri, melainkan menjadi anak dari jurusan sastra (Arab, Jawa, Sunda, Inggris, dan lain-lain) yang dibuka di beberapa fakultas sastra dan budaya. Akibatnya, sastra bandingan masih sering menjadi pilihan bagi ayng hendak menyusun skripsi, tesis, dan desertasi. Bahkan tawar-menawar antara calon penulis (pengkaji) dengan konsultan pun sering terjadi secara alot. Itulah sebabnya, sampai saat ini pertimbangan teoritik yang secara gamblang memiliki track record sastra bandingan di Indonesia belum ada.

Padahal, teori sastra bandingan kini telah menjadi unggulan di daerah pertumbuhan sastra di Eropa Barat dan di Amerika. Mungkin sebagai reaksi terhadap tradisi sastra kuno dan upaya memuaskan diri dari sebagian besar orang mencoba bekerja di jagad sastra bandingan. Tapi di luar tradisi Eropa dan Amerika metode kuno yang tidak mempunyai tempat, dan bukannya apa yang kita temukan adalah sastra bandingan yang dinamis yang dapat secara efektif dapat dikupas ke tampilan awal subjek revolusioner Eropa pada awal abad kesembilan belas. Setelah bercerai dari pertanyaan-pertanyaan kunci dari budaya dan identitas nasional, sastra bandingan sering kehilangan jalan. Dalam konteks di mana pernyataan identitas adalah sebuah isu sentral, bandingan antara sastra dan sejarah sastra, seperti terjemahan, menjadi cara penting untuk memperkuat titik tolak budaya.

Dari uraian tersebut, dapat saya sarikan beberapa hal tentang pertimbangan teoritik pengkajian sastra bandingan, yaitu: 
(1) perlu penggabungan teori sastra dan teori lain, untuk menjebol kebosanan sastra bandingan, 
(2) teori pengkajian yang menganut paham positivistik maupun naturalistik, semestinya tetap tersusun secara sistematis, logis, dan bermakna, 
(3) teori-teori “basah”, yang mampu membuka wawasan estetika dan pragmatika sastra, layak dipergunakan, 
(4) sastra bandingan seharusnya tetap memanfaatkan teori yang mampu mempertahankan identitas sebuah karya sastra sebagai cermin ruang dan jaman.

Itulah sebabnya pengkajian sastra bandingan membutuhkan pertimbangan teoritik yang mapan. Pengkajian karya sastra yang selalu mengalami hiruk pikuk, terlebih sastra bandingan, apabila kurang waspada bisa terjerumus. Apalagi kalau bandingan termaksud sudah menyangkut masalah genetika karya sastra, jelas perlu landasan teori yang khusus. Belum lagi ketika sastra harus dibandingan dengan bidang lain, apabila gagal membangun teori, tentu hasilnya akan berat sebelah.

C. Prinsip Dasar Sastra Bandingan

Prinsip dasar yang harus dianut dalam pengkajian sastra bandingan terkait dengan dua hal, yaitu: (1) kondisi karya sastra yang tidak pernah steril dari pengaruh sastra lain, (2) bandingan sebagai upaya penjernihan orisinalitas dan bobot estetika sastra. Perlu dipahami, sastra dan sastra bandingan memang dua hal yang membutuhkan pencermatan tingkat tinggi. Jika sastra sifatnya imajinatif, sastra bandingan bersifat non imajinatif. Pengertian dunia sastra dan sastra bandingan tidak selalu identik. Sastra bandingan dapat didefinisikan sebagai susunan sastra dunia, yang meliputi sejumlah penampilan sastra, historis dan kritis, dari fenomena sastra yang dipertimbangkan secara keseluruhan. Itulah sebabnya, sastra bandingan muaranya memang untuk menuju sastra dunia. Biarpun pengertian sastra dunia itu sampai sekarang masih tendensius, sastra bandingan tetap memiliki andil yang patut diperhitungkan.

Ekspresi sastra bandingan adalah sumber kesimpulan yang kritis, karena telah didukung data otentik. Hal ini sering terjadi klaim bahwa sastra dan sastra bandingan memiliki metode bandingan kritis yang lebih spesifik. Teori sastra memiliki metode kreatif, kritis, dan proporsional dalam penciptaannya. Adapun sastra bandingan jelas pengkajian sastra yang memanfaatkan kreativitas teoritik pula. Prosedur dari penelitian keduanya pada dasarnya sama, yaitu subjek penelitian dapat berupa sastra tunggal atau beberapa karya sastra. Sastra bandingan, harus disebut sebagai pemahaman sastra secara komprehensif. Prinsip demikian perlu ditaati manakala kita hendak melahirkan produk sastra bandingan yang berbobot.
Menurut Jost (1993) sampai kini kita telah menghasilkan prinsip-prinsip umum dan sastra bandingan yang diterima secara luas di seluruh dunia ilmiah. Setidaknya dalam hal teori sastra bandingan merupakan suatu pemikiran filosofi sastra dalam khasanah humanisme baru. Prinsip dasar sastra bandingan terdiri dari kepercayaan dalam keutuhan fenomena sastra. Dalam negasi kekuasaan sastra nasional di bidang ekonomi dan budaya, mengakibatkan perlunya aksiologi baru. Sastra nasional tidak bisa dipahami sebagai sekedar suatu studi lapangan, sebab perspektifnya terbatas oleh kesewenangan, kontektualisme internasional dalam sejarah sastra dan kritik yang telah menjadi hukum. Sastra bandingan mewakili lebih dari satu disiplin akademis.

Prinsip umum demikian sekarang telah mulai berkembang dan adakalanya berbeda dengan konsep sastra bandingan awal. Yang paling penting, prinsip utama sastra bandingan perlu kecermatan, agar tidak terjadi gugatan dari sastrawan yang dibandingkan. Gugatan juga dapat hadir dari kritikus, apabila sastra bandingan dianggap tidak memenuhi prinsip yang benar. Prinsip yang perlu dijaga, yaitu hadirnya pemikiran kritis, jeli, dan mampu menunjukkan pararelisme dua karya atau lebih.

Saya memandang bahwa pengkajian sastra bandingan tidak bisa dilakukan apabila sekedar main-main. Sastra bandingan membutuhkan kerja yang matang, penuh pertimbangan, dilengkapi dengan data-data otentik. Penafsiran pun tetap diperlukan sejauh bisa mendudukkan persoalan varian karya sastra. Bandingan antar karya sastra dapat dilakukan oleh seorang ahli sastra. Adapun bandingan antara karya sastra dengan bidang lain, dapat bekerjasama dengan ahli bidang lain. Yang diutamakan dalam sastra bandingan adalah pertemuan kritis yang dilandasi pemikiran jernih dan tidak berat sebelah serta bebas dari maksud-maksud tertentu.

D. Interelasi Sastra dan Sumber dalam Sastra Bandingan

Ada banyak jenis interelasi sastra. Seluruh sastra yang kadang-kadang terlibat. Ada banyak penelitian dari lingkup kurang komprehensif. Seorang penulis tunggal mungkin mempunyai pengaruh pada satu atau lebih penulis sastra yang asing bagi sendiri, atau atas totalitas sastra itu. Dengan demikian, kita bisa melacak pengaruh Richardson pada Rousseau, dan pengaruh Shakespeare pada sastra Perancis secara keseluruhan. Namun realitas memberikan sebagian besar perhatian kita kepada sumber memancarkan, untuk Pirandello, misalnya, telah mempengaruhi drama kontemporer. Kita juga bisa fokus pada situasi penerima, dalam kata lain, kita dapat berkonsentrasi pada upaya dunia drama kontemporer karena mencerminkan pikiran dan cara Pirandello. Dalam kasus pertama, kita menganalisis bagaimana transmisi, walaupun tentunya dapat mengabaikan dampaknya. Dalam kasus kedua, kita lebih prihatin dengan hasil atau tingkat penyerapan karya sastra sebelumnya.

Untuk semua pertanyaan tentang hubungan sastra, sarjana sastra, teori sastra, ilmu sastra mungkin mengadopsi sudut pandang yang berbeda. Selain mendiskusikan pengaruh yang diberikan oleh seorang penulis tunggal, sastra bandingan dapat menganalisis bahwa dari sekelompok atau sekolah dari beberapa penulis: misalnya, Tolstoy, Dostovski dan pengaruh bersama Turgenev pada Thomas Mann, atau seluruh generasi penulis Jerman. Masing-masing penulis sering terjadi interelasi dalam karya-karyanya. Interalasi ada dua macam, yaitu: (1) interalasi halus, sublim, estetis dan kadang-kadang tersembunyi, dan (2) interalasi dangkal, kasar, amat kentara, dan seringkali cenderung meniru. Kedua interelasi itu membutuhkan pendekatan yang jitu untuk mempersandingkan dua karya sastra atau lebih.
Itulah sebabnya, pilihan dari setiap pendekatan sastra bandingan tertentu jelas tergantung pada posisi bahwa pengarang dan karyanya layak disandingkan dalam konteks kritik sastra. Studi tentang "sumber" tetap masuk akal dan berlimpah sebagai sumber mungkin akan tetap memiliki nilai sastra, memang patut dikurangi dalam pendekatan interelasi teks sastra. Jika tidak, pada saat yang sama untuk mengarah pada kesimpulan tentang kualitas intelektual, isi emosional, dan sifat estetika suatu karyanya, akan terabaikan. Pertanyaanya apakah hadirnya pengaruh karya sastra dari sumber pengetahuan hanya dari rangsangan eksternal.

Sastra, secara otomatis meningkatkan pemahaman dari sebuah karya atau apresiasi keunggulan yang artistik. Pengakuan merupakan sumber kesenangan, jika dirasakan secara spontan. Setelah memeriksa sumber karya sastra secara cermat merupakan masalah, pada pemahaman yang lebih dalam ketika membaca ulang karya sastra. Hal ini terjadi mungkin jika pembaca segera mengenali hubungan dasar antara karya, bagian teks, atau gambar di dalamnya yang digunakan oleh penulis-penulis yang berbeda dan Novelis. Yang perlu disadari, penyair sering menulis untuk pembaca yang biasanya berupa upaya memuaskan diri. Padahal, rasa ingin tahu pembaca mungkin penting untuk memahami sejarah peradaban. Pada konteks demikian, berarti ada tugas pengkaji sastra bandingan, untuk melihat apakah karya yang lahir belakangan sekedar pemuasan pada pembaca, ataukah memang ada nilai kreasi tingkat tinggi.

Pengaruh dari sumber pada karya berikutnya itu dilakukan secara tidak langsung maupun secara langsung. Media transmisi, bagaimanapun, adalah tidak selalu jelas, dan tugas utama ahli sastra bandingan adalah untuk mengidentifikasi perantara itu. Mereka yang tetap hanya perantara dan tidak menjadi kepribadian sastra jarang mendapatkan perhatian dalam studi sastra bandingan. Nama-nama mereka yang terdapat dalam sumber inspirasi dapat digantikan dalam kritik sastra oleh pronomina impersonal. Hal ini adalah pekerjaan mengirimkan pesan dan bukan pemancar bahwa kepentingan kita, karena orang tidak harus melampirkan kiriman inspirasi seperti seorang tengkulak dari penulis satu ke penulis lain.
Penelitian dalam hubungan sastra tidak perlu sepenuhnya prihatin dengan fakta. Untuk subjek penelitian yang penting ada interaksi gagasan serta rekaman data. Penelitian tradisional dan sastra nasional telah terbiasa untuk melihat budaya sebagai perkembangan kronologis. Penelitian tersebut agak ketat dan kadang-kadang untuk mengidentifikasi suksesi dengan hubungan darah sastra yang diperlukan. Bahkan mayoritas kritikus tidak lagi berada di bawah pengaruh naturalistik. Banyak dari mereka terus menilai sastra hampir secara eksklusif dalam hal proses genetik. Satu gerakan sastra, mereka percaya, ada keterkaitan dengan yang lain, karya berasal dari karya lain, hingga penulis dapat melahirkan penulis lain. Kadang-kadang sejarawan sastra bahkan mempertimbangkan keberadaan hubungan pribadi antara penulis atau keterkaitan langsung antara fenomena sastra spesifik kondisi yang diperlukan untuk melakukan berbagai studi hubungan.

Ahli sastra bandingan juga ingin merenungkan analogi dan kemiripan sebagai dasar analisis mereka. Mereka melampirkan pentingnya confuences sebagai pengaruh langsung, untuk konvergensi sederhana, hubungan ideasional, dan hubungan faktual. Memang, mereka percaya bahwa afinitas lebih baik daripada pengaruh langsung untuk membuktikan homogenitas dasar dari sebuah peradaban tertentu dan kecerdasan sastra umum untuk semua elit nasional. Studi tentang kontak langsung jarang berhasil dalam melakukan penjelasan akhir untuk kesamaan dalam dua karya sastra atau lebih. Kalau memperhatikan karya Northrop Frye memperhatikan bahwa Nerval, namun dia tidak pernah membaca Blake. Kebetulan karya dia itu lebih dekat dengan karya Yeats, yang disunting dia. Hubungan studi, apakah terkait dengan pengaruh atau analogi, harus memperhitungkan iklim sosial dari kelompok-kelompok budaya, kontak langsung antara manusia dan buku, dan, akhirnya, individu dari penulis sendiri, yang memberikan karakter keunikan pada setiap pekerjaan seni.
Hubungan sastra harus diilustrasikan secara jelas baik secara tekstual maupun kontekstual. Tekstual cenderung merupakan interalasi yang tampak, tergambar jelas, dan fenomena jernih. Interelasi kontekstual, cenderung halus dan membutuhkan penafsiran. Misalkan saja, penelitian "Jean-Jacques Rousseau dan American Thought," jejak analogi daripada pengaruh, sedangkan studi kedua, dari penerimaan surat Rusia di Perancis dalam program dari abad kesembilan belas, telah mencerminkan lebih mantap secara akademis, karena terkait dengan masalah keberuntungan, khayalan, penerimaan, dan transmisi. Berbagai hal ini akan membuka wacana interalasi sastra yang begitu rumit dan menantang pengkaji sastra bandingan.


E. Imanensi dalam Sastra Bandingan

Imanen adalah kondisi yang telah berada secara apa adanya. Imanen itu berada, merasuk, hingga sulit dibedakan antara perasuk dan yang dirasuki. Karya sastra sering merasuk pada karya lain secara estetis. Perasukan itu merembes dan hampir pasti sulit dipisahkan. Itulah sebabnya karya yang merembes itu, disebut imanen sastra. Imanen sastra adalah karya, ide, teks, konteks, dan sejumlah unsur yang menyatu dengan karya sastra lain.

Sejarah peradaban mengajarkan kepada kita bahwa zaman membuat doktrin sastra jarang berasal dari satu jenius saja. Mereka biasanya secara bersamaan lebih dari satu budaya daerah walaupun sering keliru dalam berbagai kerja intelektual dan pertumbuhan kompleks. Mereka juga sering memoles suatu bahan menarik bagi penyelidikan sastra. Difusi besar filsafat yang mirip dengan Rousseau telah mewakili, dan yang sering menggunakan namanya, sebagai contoh poligenesis sastra tersebut. Dengan kata lain, sebuah Rousseauisme tanpa Rousseau, seperti ada Cartesianisme tanpa Descartes. Berbagai polesan sastra itu sering membuat remang-remang dalam proses imanensi sastra.
Pertanyaan saya menyangkut kontribusi Rousseau American terhadap proses imanensi sastra. Proses merembesnya sastra pada sastra lain, jika tak ketahuan seperti tidak ada peniruan apa pun. Apakah ide-ide sastra dapat muncul Rousseauistik tak tergantung pada darinya (ini dapat dilukiskan oleh banyak contoh). Apakah yang dihasilkan oleh pengaruh langsung (sebagai contoh beberapa lainnya tampak untuk menunjukkan) akan menarik sebagai sebuah imanensi sastra. Doktrin itu jelas tercermin dalam sejumlah konsep dasar sastra bandingan Amerika Utara yang meliputi aspek pedagogis, filosofis, dan pemikiran politik. Ada program lain mungkin untuk mengikuti studi Rousseau dan tradisi Amerika.
Sejarah umum ide-ide bisa menutup proses imanen Rousseau diterima. Ide itu seringkali sudah menjadi taraf berpikir yang telah dimodifikasi. Dalam beberapa hal, Amerika Utara berpikir bahwa fungsi sebagai cermin berharga untuk melihatnya doktrin Jean-Jacques Rousseau. Cermin merupakan wahana representasi terjadinya imanensi sastra. Konsep cermin ini tampaknya yang berasal dari pemikiran Ian Watt, lalu diuntai lagi oleh MH. Abrams dalam bukunya The Mirror and the Lamp. Kacamata sosiologi sastra yang mengedepankan teori cermin ini patut disambut untuk mendudukkan persoalan proses dan fenomena imanensi sastra.

Cermin sosiologis, hampir selalu menjadi materi esensial dalam imanensi sastra. Dari tahun ke tahun, hampir seluruh bangsa selalu ada imanensi genetik sastra, terutama aspek sosiologis. Pada tahun yang sama, 1749, Benjamin Franklin (1706-1790), secara geografis agak lebih dekat dan "liar" dari mereka Rousseau (1712-1778) yang juga memperhatikan lingkungan sosial dalam sastra. Rousseau, yang mengklaim bahwa kesenian dan moral merusak ilmu, dan Franklin di jaman Amerika kontemporer, yang mengusulkan rencana untuk sastra akademi, mengungkapkan tanda-tanda yang dasarnya sama. Mungkin hal itu dapat diringkas oleh penolakan mereka terhadap kemewahan, kemakmuran dan kemajuan budaya sebagai sumber kemakmuran manusia dan kebahagiaan. Franklin, seperti Rousseou, menginginkan orang-orang muda untuk memperoleh pengetahuan untuk tujuan praktis, dan ia menunjukkan hampir konser ada) untuk pengembangan elit sosial dan intelektual. Dalam pengetahuan singkat itu sekolah Franklin, di mana murid bisa belajar justru di Amerika yang "paling berguna."

Kedua aturan pokok instansi Pennsylvania yang diusulkan: (1) bahwa diet sarjana asrama bersama-sama, jelas hemat, dan (2) bahwa untuk menjaga kesehatan mereka, dan untuk memperkuat dan membuat aktif badan, sering dilakukan melompat, gulat, dan berenang. Kedua gambaran fisik tersebut sering menjadi muatan sosiologis dalam sastra. Pemikiran demikian, kalau diadopsi di Indonesia, tampaknya mengada-ada. Namun, bagi sastra barat, masa lalu, saya pikir aspek natural dan sosial cukup penting dalam studi sastra.

Peran yang dimainkan dalam pemikiran Rousseau di Amerika dan kehidupan budaya belum sepenuhnya diteliti. Studi parsial yang menunjukkan bahwa pertanyaan-pertanyaan tentang asal dan pengaruh kadang-kadang dapat membingungkan dan tunduk pada berbagai dalih. Studi semacam ini dipersulit oleh kenyataan bahwa Amerika berpikir dihadapkan Montesquicu dan Voltaire pada waktu yang sama itu dihadapkan dengan Rousseou dan jejak ketiga penulis itu sering berbaur dan bingung. Apa pun yang terjadi dalam sastra, sering muncul secara imanen dalam karya sastra lain. Segelap apa pun proses imanensi, akan terungkap melalui pengkajian sastra bandingan.

0 komentar:

Posting Komentar